kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Petani desak pemerintah naikkan harga kakao


Kamis, 04 Februari 2016 / 17:27 WIB
Petani desak pemerintah naikkan harga kakao


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) mengeluhkan rendahnya harga kakao di tingkat petani jika dibandingkan dengan harga kakao di pasar global.

Selain itu, Permentan Nomor 67 Tahun 2014 yang mensyaratkan kakao wajib fermentasi semakin memberatkan petani. Apalagi Permentan ini akan mulai berlaku pada bulan Mei 2016 ini.

Petani mengeluhkan perbedaan antara harga kakao non fermentasi dan kakao fermentasi sangat tipis.

Ketua Umum APKAI Arif Zamroni mengatakan, saat ini harga kakao di pasar global sekitar Rp 36.000 per kilogram (kg). Sementara harga kakao di tingkat petani hanya berada di kisaran Rp 22.000 - Rp 25.000 per kg.

Perbedaan harga yang terlalu jauh tersebut membuat petani tidak semangat melakukan fermentasi kakao.

"Kami menuntut pemerintah untuk mendukung petani agar perbedaan antara kakao fermentasi dengan kakao basah lebih dari Rp 3.000 per kg," ujar Arif, Kamis (4/2).

Sebab selama ini, perbedaan antara harga kakao basah dan kakao hasil fermentasi tidak jelas. Bahkan sering kali, harganya ditentukan sendiri oleh tengkulak. Maka kerap perbedaan harga hanya Rp 1.000 - Rp 2.000 per kg. Hal itu tercermintaan dari rendahnya harga kakao di tingkat petani dibandingkan harga kakao global.

Padahal, lanjut Arif, kakao merupakan komoditas andalan setelah kelapa sawit dan karet alam. Bahkan dari tiga komoditas andalan perkebun ini, hanya kakao yang harganya relatif stabil dari guncangan krisis ekonomi global.

Karena itu, petani kakao menuntut pemerintah untuk mengeluarkan sertifikasi kakao fermentasi. Di mana sertifikasi tersebut langsung dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah dan bukan oleh perusahaan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ataupun negara lain.

"Sebab kerap sertifikasi itu hanya berlaku di perusahaan atau negara tertentu saja, sehingga harga kakao sulit naik karena mereka menentukan sendiri harganya," imbuhnya.

Untuk mencapai itu, Arif mendesak pemerintah memberikan perlindungan bagi kelangsungan kelembagaan petani. Sebab selama ini, setiap produk kakao yang dijual ke kelompok tani, harganya bisa bersaing dan fermentasinya terjamin.

Karena itu, ada upaya dari pihak luar yang ingin memecah-mecahkan kelembagaan petani agar lemah dan para petani kakao menjual kakao mereka sendiri-sendiri sehingga tidak memiliki daya tawar di hadapan pembeli. "Kami menolak segala penjualan kakao kalau tidak melibatkan kelompok tani," terang Arif.

Ketua Umum Asosiasi Kakao Fermentasi Indonesia Syamsuddin Said membantah kalau selisih harga kakao fermentasi sangat tipis dengan kakao basah. Menurutnya, ada selisih harga kakao fermentasi dengan kakao basah sekitar Rp 2.000 per kg sampai Rp 3.000 per kg.

Selain itu, menurutnya, harga kakao di tingkat petani sebenarnya sudah tinggi dengan rata-rata Rpp 30.000 per kg yang non fermentasi. Harga tersebut akan naik bila difermatasi anak mencapai sekitar Rp 33.000 per kg dan mendekati harga kakao internasional.

Justru yang menurutnya perlu dibenahi adalah produksi petani kakao dalam negeri agar terus meningkat. Sebab selama ini ada keengganan di kalangan petani memfermentasi kakao milik mereka karena volumenya sedikit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×