kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.095.000   7.000   0,34%
  • USD/IDR 16.417   -75,00   -0,45%
  • IDX 7.854   106,16   1,37%
  • KOMPAS100 1.101   16,96   1,56%
  • LQ45 805   9,90   1,25%
  • ISSI 268   3,89   1,47%
  • IDX30 417   5,18   1,26%
  • IDXHIDIV20 484   5,68   1,19%
  • IDX80 122   1,41   1,17%
  • IDXV30 133   1,64   1,25%
  • IDXQ30 135   1,48   1,11%

Curah Hujan Tinggi, Petani Prediksi Produksi Beras Meningkat Jadi 33 Juta Ton


Minggu, 14 September 2025 / 16:39 WIB
Diperbarui Minggu, 14 September 2025 / 16:41 WIB
Curah Hujan Tinggi, Petani Prediksi Produksi Beras Meningkat Jadi 33 Juta Ton
ILUSTRASI. Petani memanen padi menggunakan mesin Combine Harvester di Desa Babadan, Sindang, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (4/9/2025).ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/agr. SPI menilai Curah hujan tinggi sepanjang tahun diperkirakan mendorong produksi beras nasional tahun ini.


Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Curah hujan tinggi sepanjang tahun diperkirakan mendorong produksi beras tahun ini. Dalam kondisi cuaca yang tak pasti, terdapat pula potensi penyesuaian harga gabah. 

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim hujan di Indonesia hingga tahun depan bakal datang lebih cepat. Prediksinya, musim hujan akan berlangsung pada Agustus 2025 hingga April 2026, dengan puncak hujan bervariasi. 

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menjelaskan, musim hujan yang datang lebih awal berpotensi memengaruhi hasil panen dan penanganan pasca panen. 

“Dalam situasi ini kami tidak perlu melakukan penyesuaian tanam, tetapi lebih memperhatikan panen dan penanganan pasca panen. Panen di musim penghujan menjadi kendala tersendiri untuk pengeringan gabah, dan ini berpengaruh ke kualitas,” kata Henry kepada Kontan, Minggu (14/9/2025). 

Baca Juga: Harga Beras dan Jagung Masih Bertahan Tinggi

Ia memastikan petani sudah berpengalaman menghadapi perubahan musim, di antaranya dengan menanam varietas yang berbeda di setiap musimnya. Itu dilakukan untuk mengantisipasi hama dan penyakit akibat kelembaban tinggi ketika musim hujan. 

“Kita memang selalu memperhatikan dan menyesuaikan pola tanam dengan perkiraan musim, terutama dengan pertimbangan terkait ketersediaan air,” sebut Henry.

Apalagi, ia menilai hujan sudah terjadi sepanjang tahun, sejalan dengan catatan BMKG bahwa Indian Ocean Dipole (IOD), yakni fenomena iklim di Samudra Hindia, tengah dalam kondisi negatif dan menyebabkan curah hujan meningkat. 

Menurutnya kondisi tersebut berpotensi meningkatkan produksi beras tahun ini menjadi kisaran 33 juta ton. Nah di tengah keberlimpahan stok, Henry bilang ada potensi harga gabah mulai turun. 

“Saat ini harga gabah masih tinggi, diperkirakan Rp 7.500 per kg, kalau tidak ada tekanan dari pemerintah, karena hujan tidak setiap hari,” ujar Henry.

Menurut pengamatannya, hujan yang terjadi sejak bulan Agustus ini hanya turun satu sampai dua minggu sekali. Artinya, ada ketidakpastian curah hujan yang memengaruhi proses panen.

Di luar itu, Henry menekankan perlunya dukungan pemerintah, khususnya lewat asuransi pertanian. Sayangnya, mekanisme di lapangan belum optimal. 

“Kendala klaim membuat banyak petani enggan mengurus asuransi. Padahal perlindungan ini penting menghadapi iklim yang tidak menentu,” tegas Henry. 

Baca Juga: Harga Beras Premium Masih di Atas HET, Perpadi Minta Bulog Buka Jalur Komersial

Selanjutnya: Kemenkeu Sebut Kondisi Cash Flow Pemerintah hingga Akhir 2025 Masih Aman

Menarik Dibaca: Daftar 7 Film Biografi Tokoh Dunia Ternama dan Berpengaruh, Sudah Nonton Semua?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×