Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Pemerintah baru saja mengumumkan terbitnya kebijakan fasilitas pajak untuk mendorong peningkatan investasi di Indonesia melalui PP Nomor 62 Tahun 2008. Insentif pajak tersebut diberikan kepada 23 bidang usaha dan 15 bidang usaha di daerah tertentu. Salah satunya kepada kelompok industri susu dan makanan dari susu meliputi cakupan produk susu bubuk, susu kental manis dan susu cair.
Menanggapi beleid anyar tersebut, Dewan Persusuan Nasional Teguh Budiyana mengatakan, "Mestinya yang diberi insentif itu bukan industri hilir, melainkan industri hulu.”.
Menurut hitungan Teguh, pemberian insentif kepada pemain baru di sektor hilir justru tak akan efektif karena 80% bahan baku susu saat ini masih diusung dari luar negeri. "Jika raw material terbatas, pemain baru juga akan kesulitan,” tegas Teguh. Soalnya, imbuh Teguh, perusahaan-perusahaan susu di Indonesia adalah kelas kakap. Itu sebabnya, industri hulu tak akan mampu bersaing. “Kecuali, menambah impor susu lagi,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Produsen Makanan Bayi Budi Satrio Isman menyambut baik pemberian insentif pajak kepada industri susu. " Kebanyakan perusahaan itu membebankan pajak pada harga jual produk, jika ada insentif pajak, ini akan menekan harga di tingkat konsumen dan akan meningkatkan konsumsi susu nasional. itu kan baik " tandasnya.
Akan lebih baik lagi, bila industri hulu, maupun industri hilir diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan insentif pajak tersebut. Budi menjelaskan, insentif pajak untuk industri hulu akan meningkatkan produksi susu dalam negeri. Tentu hal tersebut akan menekan impor bahan baku bagi industri hilir, sehingga akan lebih efisien lagi.
Sekadar mengingatkan, fasilitas insentif tersebut diberikan pemerintah dalam bentuk pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah penanaman modal dan dibebankan selama 6 tahun, besarnya masing-masing 5% per tahun. Selain itu, juga ada penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pengenaan pajak penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10%, dan kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun; tetapi tidak lebih dari 10 tahun.
Penerbitan PP tersebut merupakan salah satu dari rangkaian kebijakan yang tertuang dalam Inpres No. 5/Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan daya saing nasional.
Meifita Dian
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News