Reporter: Emir Yanwardhana | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tren batubara yang masih lesu memaksa perusahaan-perusahaan pertambangan menggeser fokus bisnis mereka. Tak terkecuali, PT Petrosea Tbk. Perusahaan ini kini mengembangkan sumber pendapatan sekunder alias pendapatan di luar pendapatan utama.
Target Petrosea, kontribusi bisnis penambangan batubara menjadi 60% dalam dua tahun hingga tiga tahun ke depan. Target ini turun dari biasa nya. Selama ini, penambangan batubara merupakan sumber pendapatan utama Petrosea.
Dalam catatan keuangan perusahaan ini tahun 2015, bisnis penambangan berkontribusi US$ 146,35 juta atau 70,76% terhadap total pendapatan US$ 206,83 juta. Sisa dari tiga bisnis yakni jasa minyak dan gas (migas), rekayasa dan konstruksi serta bisnis lain-lain
"Harapan kami, kontribusi bisnis yang lain meningkat," ujar M. Kurnia Ariawan, Direktur Keuangan PT Petrosea Tbk berharap, Rabu (20/4).
Kurnia bilang, Petrosea akan menggenjot bisnis jasa migas serta rekayasa dan konstruksi. Perusahaan itu mengandalkan Petrosea Logistic and Support Service (PLSS) dan Petrosea Offshore Supply Base (POSB).
Apalagi, pada kuartal I-2016 kemarin, Petrosea mengantongi perjanjian beberapa anyar. Perjanjian pertama berupa kontrak bisnis dari PT Anzawara Satria pada 11 Januari 2016.
Kontrak bernilai Rp 622 miliar tersebut berlaku selama tiga tahun atau hingga 2019. Petrosea akan menangani pekerjaan pemindahan lapisan tanah penutup, penyewaan peralatan bergerak dan personel serta pengangkutan batubara di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Perjanjian kedua berupa penetapan POSB di Tanjung Batu, Balikpapan, Kalimantan Timur sebagai operator Pusat Logistik Berikat (PLB) perdana di Indonesia oleh pemerintah.
Pemerintah sekaligus menetapkan PLB di Balikpapan sebagai program percontohan. Perjanjian bisnis ketiga berasal dari PT Indoasia Cemerlang. Petrosea akan menangani pekerjaan pemindahan lapisan tanah penutup selama setahun.
Nilai kontrak tersebut mencapai Rp 313 miliar. Ada pula perjanjian bisnis jasa migas senilai US$ 37,2 juta. Salah satu isi kontrak berupa persetujuan sewa lahan di Tanjung Batu hingga tahun 2021. "Kami juga ada kontrak kerjasama pembangunan tanggul di area PT Freeport," beber Kurnia.
Agar semua kontrak berjalan lancar, Petrosea mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) khusus tahun ini. Sayang, manajemen Petrosea masih enggan menyebutkan nilainya.
Yang jelas, alokasi capex tahun 2016 lebih kecil ketimbang capex tahun 2015 yang mencapai US$ 65 juta. Meski merancang banyak rencana pengembangan bisnis sekunder, bisnis penambangan batubara tetap menjadi kontributor utama perusahaan ini.
Oleh karena itu, Petrosea tidak menargetkan kinerja yang muluk-muluk. Perusahaan dengan kode saham PTRO di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini memperkirakan, kinerjanya di tahun ini stagnan dibandingkan tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News