Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. PT Pertamina Hulu Energi (PHE) berminat mengembangkan gas metana batubara alias coal bed methane (CBM). Tahun 2015 mendatang, anak usaha PT Pertamina ini menargetkan produksi CBM sebesar 100 juta kaki kubik per hari (mmscfd).
Budi Tamtomo, selaku Vice President Assets of South Sumatera-Java and CBM PT PHE menjelaskan, perusahaan memiliki tiga fase mengembangkan CBM.
Fase pertama mulai 2009 sampai 2015. Saat ini PHE melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Selain itu, PHE juga menargetkan akan melakukan akuisisi lebih dari 10 wilayah kerja (WK) CBM sehingga produksi bisa membesar 100 mmscfd.
Fase kedua adalah tahun 2016 sampai 2020. Pada periode ini, diharapkan produksi CBM bisa mencapai 500 mmscfd.
Kemudian fase ketiga, diatas tahun 2020. Pada fase ini, produksi gas dari CBM bisa lebih dari 500 mmscfd. Di fase ini, PHE sudah tidak lagi berorientasi mengembangkan lapangan dan akuisisi tetapi sudah berorientasi untuk profit.
“Pengembangan gas CBM di PHE mengikuti kebijakan energi nasional dan CBM adalah energi alternatif masa depan untuk mengantisipasi produksi migas,” ujar Budi Tamtomo, Kamis (18/4).
Di masa depan, produksi gas akan turun dan tergantikan dengan batubara. Sehingga Indonesia membutuhkan energi lain. Potensi CBM di Indonesia cukup besar, mencapai 453 TCF.
Selain itu, sebagian besar WK migas Pertamina berlokasi di wilayah yang memiliki potensi CBM. Maka itu, PHE berminat mengembangkan CBM. “Sampai tahun 2011, jumlah WK CBM PHE ada 11 WK. Dengan adanya tambahan tiga WK, maka total semuanya menjadi 14 WK,” jelas Budi.
Apalagi di Sumatera dan Kalimantan sebagai potensi penghasil cbm paling besar, terdapat peluang pasar yang cukup besar yakni PLN, Pupuk Pusri, Pupuk Kaltim dan untuk penggunaan gas kota.“Akhir tahun ini yang akan berproduksi adalah blok Sangatta 1 dan blok Tanjung Enim,” lanjut Budi.
Budi mengatakan, nilai investasi tiga tahun pertama untuk melakukan pemboran lebih dari 50 sumur eksplorasi dan studi sebesar US$ 50 juta. Nilai investasi itu merupakan angka awal pada tahap eksplorasi dan nilai komitmen minimum. “Sehingga pada tahap selanjutnya sampai tahun ke lima dimungkinkan lebih besar dari US$ 50 juta,” kata Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News