Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Ricky pun masih belum bisa membuka sejauh mana penyusunan Rencana Kerja Seluruh Wilayah (RKSW) telah disiapkan. RKSW ini menjadi penting karena salah satu pertimbangan utama bagi Menteri ESDM dalam mengevaluasi luasan wilayah yang akan diberikan kepada Kideco jika diperpanjang menjadi IUPK. "Itu internal proses ya," sebut Ricky.
Dalam catatan Kontan.co.id, Kideco merupakan penopang utama bisnis batubara INDY, dengan kontribusi sebesar 55% terhadap pendapatan konsolidasi. Secara volume, dari target produksi sekitar 31 juta ton pada tahun ini, sebanyak 29,65 juta ton berasal dari Kideco. Hingga kuartal I, dari 9,3 juta ton realisasi produksi batubara INDY, Kideco berkontribusi sebanyak 8,8 juta ton.
Asal tahu saja, Kideco Jaya Agung telah berdiri sejak tahun 1982 silam. Perusahaan ini memiliki konsensi tambang batubara seluas 47.500 hektar (Ha) yang terletak di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
Baca Juga: Meski izin PKP2B berakhir di 2022, Adaro Indonesia fokus perkuat bisnis batubara
Sebesar 40% saham Kideco Jaya Agung dimiliki langsung oleh INDY. Emiten ini juga memiliki 51% saham Kideco Jaya Agung melalui PT Indika Inti Corpindo. Adapun 9% saham yang tersisa dimiliki oleh Samtan Co, Ltd asal Korea Selatan.
Selain Kideco, pemegang PKP2B yang akan habis kontrak adalah PT Arutmin Indonesia dengan luasan 57,107 ha yang kontraknya akan berakhir 1 November 2020. Selain itu ada juga PT Kendilo Coal Indonesia (1.869 ha/13 September 2021), PT Kaltim Prima Coal (84.938 ha/31 Desember 2021), PT Multi Harapan Utama (39.972 ha/ 1 April 2022), PT Adaro Indonesia (31.380 ha/1 Oktober 2022), dan PT Berau Coal (108.009/26 April 2025).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News