Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) nampaknya tidak main-main dengan rencananya mengakuisisi tambang batubara. Kebutuhan batubara yang besar, serta semakin naiknya harga batubara menyebabkan perusahaan perlu memiliki tambang sendiri untuk menekan biaya.
Sofyan Basir, Direktur Utama PLN mengatakan, saat ini 60% dari pembangkit milik PLN berdesain uap. Hal itu menyebabkan kebutuhan batubara meningkat, namun fluktuasi harga batubara membuat perusahaan harus mengamankan pasokan dan biaya pokok. Oleh karena itu, dia mengatakan, akan mulai melakukan proses kajian dan akuisisi pada tahun ini.
"Itu kebutuhan kami 86 juta ton, tahu 2020 ke atas nambah 70 juta ton lagi. Kami lagi penjajakan, lagi panggil konsultan dari dalam dan luar untuk bisa mengkaji itu semua," ujarnya di Jakarta, Senin (19/6).
Sofyan menegaskan, saat ini, akuisisi tambang batubara lebih mendesak dibandingkan dengan skema lain. Sedangkan untuk pasokan minyak dan gas, saat ini tidak ada kebutuhan untuk bisa memiliki lapangan migas sendiri, seperti batubara. Sehingga belum ada rencana untuk melakukan akuisisi terhadap lapangan migas.
"Pasokan gas aman, kami juga sudah kontrol dengan BP Migas untuk jangka panjang," lanjutnya.
I Made Suprateka, Kepala Satuan Unit Komunikasi Korporat mengatakan, saat ini, memang akuisisi tersebut masih dalam kajian. Dirinya belum mau membeberkan jumlah dana yang disiapkan dan spesifikasi tambang yang akan diakuisisi. Namun, ia menegaskan, nantinya bisa tambang di Sumatra maupun di Kalimantan yang akan dibidik.
"Pembangkit kami kan kebanyakan di Jawa, nah itu akan kami lihat spesifikasinya. Kalau yang di Sumatra itu kalorinya rendah, Kalimantan itu tinggi. Tetapi yang di Sumatra bisa saja untuk mulut tambang," ujarnya kepada KONTAN, Senin (19/6).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News