Reporter: Gentur Putro Jati | Editor: Test Test
JAKARTA. PT PLN (Persero) mengamankan pasokan gas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Ulubelu unit 1 dan 2 dengan membelinya dari PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Pembangkit di Lampung berkapasitas 2x55 MW tersebut mendapat kepastian pasokan dari Wilayah Kerja Pengusahaan Panasbumi (WKP) Way Panas, Lampung milik PGE selama 30 tahun. Terhitung sejak tanggal mulai beroperasinya pembangkit pada 2012.
"Sesuai dengan jadwal beroperasinya Unit 1 pada Juli 2012 dan Unit 2 pada November 2012," kata Direktur Utama PLN Dahlan Iskan Rabu (17/2). PLN membeli uap tersebut dengan harga US$ 4,2 cent per kWh dengan eskalasi 2% per tahun.
PLN mempercayakan pekerjaan engineering, procurement and construction (EPC) pembangkit tersebut kepada Sumitomo Corporation dan PT Rekayasa Industri Indonesia. Dengan jangka waktu konstruksi 32 bulan. "Selain menyelesaikan EPC, lingkup pekerjaannya termasuk membangun transmisi 150 KV dan perluasan gardu induk. Sehingga jika ditotal nilai kontrak yang ditandatangani hari ini US$ 156,7 juta," kata Dahlan.
Direktur Perencanaan dan Teknologi PLN Nasri Sebayang menjelaskan, tidak seluruhnya biaya investasi tersebut diambil dari kantong perseroan. Karena, sebelumnya PLN sudah mendapatkan pinjaman lunak dari JBIC sebesar 85% dari total investasi proyek itu. "Dari kas PLN sendiri hanya 15%, untuk membangun infrastruktur pendamping seperti jalan menuju pembangkit tersebut," jelasnya.
Makanya Dahlan bilang, jangan heran kalau harga jual listrik dari pembangkit tersebut cukup murah. Yaitu US$ 5,33 cent per kWh. "Investor mungkin menilainya terlalu murah, karena PLN menyiasati pembeliannya menggunakan soft loan JBIC dengan bunga 0,7% dengan jangka waktu 30 tahun," tambahnya.
Manajer Humas PGE Adiatma Sardjito menilai, PLN beruntung bisa membeli listrik tersebut dengan harga US$ 5,33 cent per kWh. Hal itu tidak lepas dari bunga rendah yang diberikan JBIC dibawah bunga kredit komersil saat ini sekitar 3%. "Kalau pakai bunga komersil, harganya bisa US$ 8,5 cent per kWh," kata Adiatma.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News