Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) terus gencar meningkatkan pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dalam proses bisnis kelistrikannya. Kali ini PLN menandatangani perjanjian jual beli tenaga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dengan tujuh Pemerintah Daerah dan Kota percepatan yang termasuk dalam Peraturan Presiden nomor 18 dengan total pembelian PLTSa mencapai 100 MW (Megawatt).
Ketujuh kota tersebut adalah DKI Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Makassar dengan perincian untuk Jakarta 4x10 MW dan 6 kota lainnya masing-masing 10 MW.
Dalam perjanjian yang telah ditandatangani, PLN membeli tenaga listrik dari PLTSa seharga 18,77 sen dollar AS atau setara Rp 2.496 per Kilo Watt Hour (kWH) untuk tegangan tinggi dan menengah, sementara untuk tegangan rendah PLN membeli seharga 22,43 sen.
Semua menggunakan skema BOOT atau Buy, Own, Operate, and Transfer, sementara pengembangan PLTSa menggunakan thermal process atau pemanfaatan panas melalui thermochemical. Kontrak pembelian ini berlangsung selama 20 tahun.
"Melalui pembelian ini kami (PLN) berkomitmen untuk membantu permasalahan sampah agar dapat dimanfaatkan khususnya di tujuh kota percepatan. Kami selalu terbuka untuk bekerja sama, terlebih lagi ini semua untuk masyarakat dan lingkungan," ujar Direktur Utama PLN, Sofyan Basir di Jakarta, Senin (5/12/2016).
Menurut dia, perlu untuk dilakukan percepatan pembangunan PLTSa dengan memanfaatkan sampah menjadi sumber energi listrik, sekaligus juga meningkatkan kualitas lingkungan khususnya di tujuh kota percepatan.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 18 Tahun 2016 tentang percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah yang ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 13 Februari 2016 lalu.
Disamping itu, melalui penandatanganan ini PLN juga menjalankan Peraturan Menteri ESDM Nomor 44 Tahun 2015 untuk membeli tenaga listrik dari PLTSa dengan tarif flat selama 20 tahun.
Direktur Perencanaan Korporat, Nicke Widyawati menjelaskan bahwa PLN akan menjamin tahapan yang harus dilakukan dalam Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) ini.
"PLN akan me-review studi kelayakan, studi lingkungan, dan studi interkoneksi yang dibuat oleh pengembang, selanjutnya review tersebut akan diteruskan ke Dirjen EBTKE (Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi) untuk kemudian didapatkan penetapan bagi pengembang sebagai pengelola tenaga listrik berbasis sampah kota," kata Nicke.
(Iwan Supriyatna)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News