Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT PLN (Persero) dinilai sudah harus mulai meninggalkan bahan bakar minyak sebagai energi untuk pembangkitnya. Pasalnya mayoritas negara-negara lain juga sudah melakukan hal serupa, yakni menggunakan energi terbarukan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati. Menurutnya, saat ini PLN masih mengandalkan solar sebagai bahan baku utama pembangkit energi. Dampak dari penggunaan solar itu kata dia, membuat nilai impor energi Indonesia selalu tinggi dan berdampak buruk bagi perekonomian dalam negeri. Neraca perdagangan juga bisa defisit.
Padahal kata dia, ada dua sumber energi lain yang belum dimanfaatkan secara maksimal, yakni gas dan batubara. Kedua komoditas tersebut banyak tersedia di dalam negeri. "Pilihan jangka pendek untuk pembangkit paling tepat tentu saja gas, lebih murah dan lebih efisien dibanding solar," kata Enny belum lama ini.
Memilih gas untuk pembangkit, kata Enny, akan jauh lebih efisien karena dari sisi pasokan akan lebih stabil. Pemerintah, karena menggunakan gas dalam negeri, bebas menetapkan harga sendiri, dan tidak bergantung terhadap fluktuasi kurs, juga harga minyak dunia.
Enny mengingatkan, energi merupakan faktor input yang paling menentukan daya saing negara. China lebih efisien salah satunya dikarenakan kontribusi biaya intensitas energi yang murah. Menghadirkan efisiensi pasti akan mengerek dengan daya saing. Di Indonesia, dari gambaran kebutuhan energi sebesar 100, baru terpenuhi sebanyak 50.
"Oleh karena itu PLN harus melakukan diversifikasi sumber pembangkit, terutama dengan gas, untuk rangka memenuhi kebutuhan beban puncak dengan harga listrik yang lebih murah," ujarnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pernah menghitung, penggunaan gas di pembangkit listrik menurunkan biaya pokok produksi (BPP) listrik. Dengan menggunakan BBM, BPP listrik adalah sebesar Rp 2.200 per kilowatt hour (kWh).
Sementara dengan gas (BPP) bisa Rp 1.300-1.400 per kWh, bahkan ada yang bisa lebih rendah lagi Rp 1.200 per kWh. Artinya, jika memilih gas untuk pembangkit, PLN bisa menghemat cukup signifikan.
Efisiensi tersebut juga sudah dialami sendiri oleh PLN pada PLTU di Tambak Lorok, Jawa Tengah. Dari sebelumnya menggunakan solar beralih ke gas. Begitu PLTU ini dialiri gas dari blok Kepodang, PLTU ini mampu menghemat hingga Rp 2 triliun per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News