Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Corona yang terus meluas mulai mengancam kelangsungan bisnis sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tak terkecuali PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Di kesempatan sebelumnya, Menteri BUMN Erick Tohir menyatakan, arus kas PLN akan terganggu karena wabah Corona membuat kurs rupiah melemah. Terlebih, PLN memiliki banyak obligasi yang di antaranya berdenominasi dollar AS.
Catatan Kontan, PLN beberapa kali menerbitkan obligasi global dengan mata uang dollar AS. Misalnya, bulan November 2019 lalu PLN menerbitkan obligasi global senilai US$ 1,5 miliar.
Baca Juga: PLN: Listrik gratis dan diskon tarif sudah dinikmati 10 juta pelanggan
Awal tahun ini PLN juga merilis obligasi senilai Rp 4,81 triliun dan sukuk ijarah sebesar Rp 115,50 miliar.
Executive Vice President Keuangan PLN Sulistyo Biantoro mengatakan, penerbitan instrumen utang, termasuk obligasi, pada dasarnya sangat bergantung dengan rencana dan kebutuhan ekspansi PLN itu sendiri.
PLN pun juga mempertimbangkan ketersediaan dana internal dan penyertaan modal pemerintah (PMN).
Hal ini mengingat PLN tak hanya berstatus sebagai BUMN, tetapi menjalankan fungsi sebagai Public Service Obligation (PSO) yang mana produknya menyangkut hajat hidup orang banyak.
Dia juga mengaku, pandemi Corona sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian dan juga keuangan hampir seluruh perusahaan di dunia.
Bagi PLN, kondisi sekarang sangat mempengaruhi permintaan dan penyerapan tenaga listrik yang ujung-ujungnya akan berefek pada kondisi keuangan perusahaan ini.
Baca Juga: Belum berlistrik, Pemerintah kejar elektrifikasi 433 desa di wilayah timur
Meski begitu, PLN memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan yang bukan hanya dari pasar obligasi, melainkan juga perbankan lokal dan internasional.
“Oleh karena itu, kondisi pasar keuangan yang menantang masih bisa dinetralisir dengan adanya alternatif pendanaan dari tradisional dan kemitraan jangka panjang dengan development banks,” ungkap dia kepada Kontan, Minggu (5/4).
Sulistyo melanjutkan, depresiasi rupiah tentu meningkatkan sebagian kewajiban PLN dalam bentuk valas. Namun, risiko keuangan ini dapat dimitigasi dengan cara hedging yang telah dilakukan PLN secara rutin sejak tahun 2015.
Baca Juga: Simak, ini insentif yang diberikan PLN Inggris bagi warga terdampak virus corona
Di samping itu, sebagian besar utang PLN saat ini merupakan utang jangka panjang dengan waktu jatuh tempo 10 sampai 30 tahun ke depan. “Maka dari itu, likuiditas bagi PLN selalu dapat dijaga dari dana internal,” imbuh dia.
Lebih lanjut, PLN senantiasa selalu melakukan evaluasi dan optimalisasi atas setiap alternatif sumber pendanaan agar sesuai dengan kebutuhan ekspansi sekaligus memperoleh pendanaan yang optimum.
Baca Juga: Kementerian BUMN petakan BUMN yang terdampak wabah corona, siapa saja?
Ke depannya, PLN sebisa mungkin akan memaksimalkan sumber pendanaan dalam denominasi rupiah, baik berupa obligasi atau sukuk maupun pinjaman perbankan atau lembaga keuangan domestik.
“Setelah itu kami baru akan melihat kesempatan di pasar keuangan global,” pungkas Sulistyo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News