Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
Meski begitu, PLN memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan yang bukan hanya dari pasar obligasi, melainkan juga perbankan lokal dan internasional.
“Oleh karena itu, kondisi pasar keuangan yang menantang masih bisa dinetralisir dengan adanya alternatif pendanaan dari tradisional dan kemitraan jangka panjang dengan development banks,” ungkap dia kepada Kontan, Minggu (5/4).
Sulistyo melanjutkan, depresiasi rupiah tentu meningkatkan sebagian kewajiban PLN dalam bentuk valas. Namun, risiko keuangan ini dapat dimitigasi dengan cara hedging yang telah dilakukan PLN secara rutin sejak tahun 2015.
Baca Juga: Simak, ini insentif yang diberikan PLN Inggris bagi warga terdampak virus corona
Di samping itu, sebagian besar utang PLN saat ini merupakan utang jangka panjang dengan waktu jatuh tempo 10 sampai 30 tahun ke depan. “Maka dari itu, likuiditas bagi PLN selalu dapat dijaga dari dana internal,” imbuh dia.
Lebih lanjut, PLN senantiasa selalu melakukan evaluasi dan optimalisasi atas setiap alternatif sumber pendanaan agar sesuai dengan kebutuhan ekspansi sekaligus memperoleh pendanaan yang optimum.
Baca Juga: Kementerian BUMN petakan BUMN yang terdampak wabah corona, siapa saja?
Ke depannya, PLN sebisa mungkin akan memaksimalkan sumber pendanaan dalam denominasi rupiah, baik berupa obligasi atau sukuk maupun pinjaman perbankan atau lembaga keuangan domestik.
“Setelah itu kami baru akan melihat kesempatan di pasar keuangan global,” pungkas Sulistyo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News