Reporter: Grace Olivia | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Denyut aktivitas manufaktur kawasan Asia Tenggara (ASEAN) terus melemah. Nikkei dan IHS Markit, Jumat (1/3), melaporkan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur turun ke posisi 49,6 pada Februari lalu.
Angka tersebut turun dari indeks bulan sebelumnya yakni 49,7. Ini merupakan penurunan bulanan indeks PMI Manufaktur ASEAN berturut-turut untuk pertama kali dalam kurun dua tahun terakhir.
Indeks manufaktur juga mencapai level terendah sejak Juli 2017 di tengah tanda-tanda pelemahan permintaan baru. Pelaku manufaktur juga mengalami penurunan penjualan asing selama tujuh bulan berjalan. Lantas, produksi perusahaan di ASEAN tumbuh dengan laju terlemah dalam rentang 1,5 tahun terakhir.
"Perusahaan manufaktur ASEAN yang mengharapkan kenaikan penjualan kecewa pada bulan Februari, dengan hasil survei sekali lagi menunjukkan melemahnya permintaan. Permintaan ekspor terus menurun, meski pembicaraan perdagangan Amerika Serikat (AS) dan China mungkin dapat membantu produsen," ujar Ekonom IHS Markit David Owen dalam laporan surveinya, Jumat (1/3).
Di sisi lain, empat dari tujuh negara yang dimonitor oleh Nikkei dan IHS Markit melaporkan perbaikan kondisi operasional sepanjang Februari. Myanmar menempati ranking pertama dengan indeks 53,1 didorong output yang naik tajam dalam sepuluh bulan terakhir dan pertumbuhan bisnis baru pada tingkat tertinggi sejak Mei 2018.
Meski headline PMI turun, Filipina menempati ranking kedua tertinggi dengan indeks 51,9, disusul oleh Vietnam dengan indeks 51,2. Sementara, Indonesia dengan indeks 50,1 berada di ranking keempat dengan kondisi manufaktur secara umum yang dinilai terus stagnan.
Menanggapi kondisi penurunan permintaan, pelaku manufaktur ASEAN mengurangi pembelian input pada bulan Februari. Di waktu yang sama, inventori barang pra dan pascaproduksi turun pada laju tercepat. Indonesia mencatat ekspansi ketenagakerjaan paling kuat, sementara tiga dari tujuh negara peserta survei melaporkan penurunan tenaga kerja.
Vietnam dan Malaysia melaporkan penurunan harga jual. Nikkei menilai, perusahaan yang menurunkan harga mengaitkan hal ini dengan kondisi permintaan yang lemah dan penurunan tekanan dari beban biaya input.
Tingkat inflasi harga input secara umum tidak berubah, yaitu tetap rendah seperti bulan sebelumnya. "Inflasi harga input yang lemah, memungkinkan perusahaan untuk menjaga kekuatan neraca keuangan selama masa-masa sulit seperti sekarang ini," lanjut David.
Ke depannya, pelaku manufaktur ASEAN sedikit kurang percaya diri terhadap perkiraan output 12 bulan mendatang. Perusahaan Filipina menjadi yang paling optimis, sementara Myanmar secara umum memperkirakan output akan stagnan pada level yang sama selama setahun ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News