Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 147/2011 tentang kawasan berikat mengancam keberlangsungan ratusan perusahaan berstatus kawasan berikat. Perusahaan yang terancam khususnya di bidang tekstil dan alas kaki yang berlokasi di luar kawasan industri.
Maklum, aturan yang baru itu mengharuskan pengusaha di kawasan berikat (PDKB) harus berada di dalam sebuah kawasan industri. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat, mengatakan, aturan yang baru itu sangat menyulitkan karena untuk memindahkan industri butuh biaya yang besar dan waktu yang tidak sebentar.
Perusahaan tekstil yang berstatus kawasan berikat semuanya merupakan perusahaan yang berorientasi ekspor. Dengan status itu, mereka akan mendapatkan pembebasan bea masuk bahan baku impor tapi untuk produksi yang tujuannya diekspor lagi. Selain itu, ada pembebasan cukai, pajak pertambahan nilai (PPn) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Jika tidak berpindah ke kawasan industri maka status kawasan berikat akan dihapus. Artinya, semua fasilitas pembebasan pajak akan hilang dan daya saing produk ekspor dari Indonesia akan melemah. "Perusahaan itu juga terancam gulung tikar. Potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tekstil diprediksi mencapai 100.000 karyawan," katanya, Rabu (21/12).
Kebijakan itu menurutnya juga berpotensi memangkas kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil di tahun depan sekitar US$ 2 miliar. Menurutnya asosiasi sudah meminta pertemuan untuk membahas masalah ini dengan Kementerian Keuangan mengenai kebijakan itu sejak akhir bulan September lalu. Tapi hingga kini, tidak mendapatkan respons apa-apa.
Kebijakan itu, juga akan mempengaruhi kinerja industri alas kaki di dalam negeri. Jimanto, penasihat Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), mengatakan ada sekitar 100 perusahaan alas kaki yang berstatus kawasan berikat tapi berada di luar kawasan industri. "Kebanyakan di sebelah barat Jakarta, seperti di Tangerang," kata Jimanto.
Contoh perusahaan besar berstatus kawasan berikat tapi di luar kawasan industri adalah PT Panarub Dwikarya di Tangerang dan PT Nikomas Gemilang di Serang.
Pemindahan perusahaan ke kawasan industri menurutnya tidak mungkin dilakukan. Selain biaya besar, dampak sosialnya juga sangat besar. Hal itu terjadi karena sebuah industri juga berkaitan dengan tenaga kerja, rantai suplai bahan baku, sub kontraktor dan lain-lain.
Menurutnya ekspor sepatu tahun ini diperkirakan mencapai US$ 2,5 miliar. Tahun depan, ia berharap ekspor bisa mencapai US$ 2,7 miliar. Tapi adanya kebijakan kawasan berikat yang baru ditambah krisis global, ia khawatir target itu tidak bisa tercapai.
Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI), Arryanto Sagala, mengaku sudah mendengar keluhan yang disampaikan oleh pelaku industri terkait kebijakan kawasan berikat. "Tapi saya tidak bisa menjelaskan, karena pembuatan kebijakan itu tidak melibatkan Kementerian Perindustrian," kilah Arryanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News