Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
Sebelumnya, Menteri Koordinator Darmin Nasution menyatakan terbitnya Inpres ini merupakan upaya untuk mendukung kebijakan pemerataan dan reformasi agraria.
Begitu juga dengan sejumlah kebijakan terdahulu terkait ketelusuran sawit dan pembukaan lahan sawit.
"ISPO, Perpres, Inpres adalah untuk mendukung kebijakan pemerataan dan reforma agraria," kata dia.
Apalagi melalui aturan ini Menko Perekonomian diinstruksikan untuk melakukan sinkronisasi Kebijakan Satu Peta terkait izin KL dengan pemda, izin usaha perkebunan dengan HGU, dan keputusan penunjukan atau penetapan kawasan hutan HGU.
Artinya status kepemilikan lahan sawit seharusnya jadi makin terdata dan memudahkan program ketelusuran sawit.
Sawit memang masih dinilai sebagai komoditas puncak Indonesia, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat pada tahun 2017 sawit adalah penyumbang devisa terbesar dengan nilai US$ 23 miliar atau setara Rp 300 triliun.
Industri sawit juga tersebar di lebih dari 200 kabupaten di Indonesia sehingga upaya mendayagunakannya perlu ditingkatkan. Selain itu, per data 2016, jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam industri sawit mencapai 8,2 juta orang.
Kemudian mengingat tren pertumbuhan ekonomi dunia, demand pada komoditas sawit akan terus bertambah.
Gapki mencatat produksi minyak sawit Indonesia di semester pertama 2018 mencapai 22,32 juta ton yang mana naik 23% dibanding periode sama tahun lalu.
Tahun ini ditargetkan produksi sawit bisa capai 40 juta ton, naik dari capaian tahun lalu di 38 juta ton.
Potensi ekspornya juga terus meningkat, walau pada medio 2018 itu terjadi penurunan ekspor 2% jadi 15,30 juta ton pada seluruh produk CPO, namun prospeknya ke depan masih besar.
Maka, bila pengembangan sawit terhambat, bisa menggeser banyak perhitungan industri dan ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News