kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Porsi kecil penyambung lidah ke konsumen


Rabu, 22 Mei 2013 / 16:26 WIB
Porsi kecil penyambung lidah ke konsumen
ILUSTRASI. Pajak.


Reporter: Anastasia Lilin Y, Tri Sulistiowati, Arief Ardiansyah | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Demi mendapatkan informasi tentang koleksi fashion terbaru, Marlene Danusutedjo, Director of Public Relations Four Season Hotels, rajin melongok informasi yang disajikan beberapa portal media digital. Maklum, perempuan ini mengaku sudah akrab dengan media digital sejak delapan tahun lalu. “Cara ini sangat mudah dan praktis karena dapat diakses di mana saja, bisa menggunakan smartphone atau tablet,” katanya.

Senada dengan Marlene, Direktur Komersial PT Jakarta Internasional Container Terminal Rima Novianti juga gemar menyigi informasi melalui saluran digital. Namun, informasi yang dicari ibu dua anak ini lebih khusus, yakni seputar tren fashion terbaru baju golf, olahraga favoritnya, untuk wanita.

Selain berburu produk fashion, Rima juga terbiasa memesan tiket pesawat terbang lewat internet selama empat tahun terakhir. Pertimbangannya, melalui jalur dunia maya, dia bisa mengubah jadwal penerbangan jika memang diperlukan.

Fenomena dua perempuan eksekutif itu mungkin sudah jamak berlaku di kota besar. Namun, praktik tersebut tidak bisa dipukul rata. Felicia Gunawan, Assistant Vice President, Head Corporate Communications and Branding PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, bilang Manulife pernah melakukan survei internal terhadap sejumlah titik pasar potensial bisnis asuransi. Ternyata, hasilnya, tingkat penetrasi media digital di setiap wilayah berbeda-beda.

Berdasarkan hasil survei, tiga wilayah yang memiliki tingkat penetrasi media digital tertinggi adalah Jakarta, Bandung dan Makassar. Sementara di Pontianak, misalnya, media digital menempati posisi terbontot dibandingkan jenis media lain untuk beriklan.

Penggunaan media digital ini belum merata lantaran masalah edukasi dan infrastruktur pendukungnya. Maklum, belum semua daerah di Tanah Air yang terpapar oleh jaringan Internet.

Fernando Repi, Head of Public Relations PT Matahari Putra Prima Tbk, pengelola jaringan retail Hypermart, menuturkan pihaknya lebih banyak memanfaatkan media cetak untuk berbagi informasi kepada para konsumen. Pertimbangannya, penyebaran konsumen mereka, khususnya di kota-kota kelas dua di Indonesia, masih belum sepenuhnya tersentuh jaringan Internet.

Meski pemanfaatannya belum optimal saat ini, bukan berarti perusahaan memandang sebelah mata terhadap masa depan media digital. Para pelaku usaha kompak meyakini bahwa media digital lambataun lebih eksis dan bisa menandingi media mainstream.

Selain kecepatan dan kepraktisan, Felicia bilang, ada dua alasannya menaruh harapan terhadap prospek media digital. Pertama, persaingan menempatkan iklan di media mainstream semakin ketat. Kedua, biaya iklan di media mainstream senantiasa membengkak saban tahun. Menurutnya, inflasi biaya iklan di televisi mencapai 20%–40% per tahun. “Selisih beriklan di televisi dan media digital jauh sekali,” tandasnya.

Bergantung jenis bisnis

Di luar dari perkara kekurangan dan kelebihan media digital, secara umum pemilihan sarana penyampaian informasi ke konsumen terkait erat dengan jenis bisnis dan segmen pasar. Pengamat pemasaran dari Prasetiya Mulya Business School Istijanto Oei menyatakan, perusahaan harus melihat karakter produk agar pesan i-klannya tersampaikan secara efektif. Maklum, ada produk yang mungkin efektif diiklankan melalui televisi tapi justru ada yang lebih efektif disebarkan via media digital.

Konsultan bisnis Peni Rahayu Pramono menuturkan hal serupa. Karena itu, tak ada media iklan yang paling jitu dibandingkan yang lain. Dus, “Iklan itu menyajikan pengetahuan tetapi pengetahuan itu hanya salah satu faktor dari keputusan seseorang ketika melakukan pembelian,” katanya.

Nah, bagaimana strategi perusahaan dalam memilih saluran media untuk menginformasikan produknya ke publik? Simak upaya beberapa perusahaan dari beragam sektor bisnis.

Citilink

Baru-baru ini, perusahaan maskapai low cost carrier Citilink meluncurkan Citilink TV. Ini adalah konten digital yang dapat diakses melalui situs webperusahaan. Situs ini memberi informasi seperti referensi tempat wisata yang ada di Indonesia dan makanan khas, termasuk memberikan ruang bagi konsumen untuk menulis kesan dan pesannya selama menggunakan layanan Citilink.

Selain itu, Citilink meleng-kapi diri dengan akun di jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter. Akun ini ditujukan untuk memberikan informasi acara, promo, tips perjalanan dan keberadaan kios Citilink. Untuk menggarap media digital, Citilink membuat tim khusus.

Senior Marketing Communications Citilink Aristo Kristandyo bilang, alasan perusahaan menguatkan lini digital adalah membentuk brand awareness. Targetnya, 80% target pasar Citilink, yaitu anak muda, sudah mengenal brand perusahaan itu pada 2013. Sebelumnya, pada awal 2012, tingkat brand awareness Citilink masih 40%.

Toh, maskapai ini masih menempatkan media digital pada urutan ketiga sebagai penyambung lidah perusahaan ke masyarakat. Porsi, biaya iklan media digitalnya cuma 5% dari total anggaran iklan. Sebab, “Masyarakat masih menggunakan media konvensional seperti jasa agen travel,” kata Aristo.

VW Indonesia

Sejak awal tahun lalu Volkwagen (VW) Indonesia sibuk memperbarui situsnya di dunia maya. Pembaruan itu ditargetkan beres pada Juli nanti.

Untuk membuat tampilan situs web yang lebih dinamis, VW menunjuk sebuah agensi. Sayang, Rully Johan, Marketing Manager PT Garuda Mataram Motor selaku perusahaan yang memasarkan VW Indonesia, enggan menjelaskan jumlah investasi yang dikeluarkannya.

Selain website, VW Indonesia bakal lebih sering berinteraksi melalui forum untuk membahas aneka topik yang dianggap sedang naik daun. Maklum, VW mempunyai hubungan erat dengan komunitas penggunanya.

Meski bisa menjadi sarana membagikan banyak informasi, VW belum memposisikan media digital sebagai media utama untuk menjajakan produknya. Alasannya, karakteristik orang Indonesia yang membeli barang mahal, seperti mobil VW, lebih suka melihat dan mencobanya dulu. Hal ini diperkuat survei perusahaan yang menyatakan 80% konsumen membeli kendaraan setelah test drive.

KFC

PT Fast Food Indonesia, pemilik jaringan waralaba internasional makanan cepat saji KFC, semakin intensif memanfaatkan media digital untuk membagi informasi ke publik dalam tiga tahun terakhir. Jalur yang digunakan adalah website dan media sosial.

Porsi penempatan iklan di media digital KFC memang belum besar, yaitu baru sekitar 10%. Sisanya masih pada media konvensional seperti media cetak dna televisi. Justinus D. Juwono, Direktur Fast Food Indonesia, tak menutup kemungkinan porsi tersebut membesar di masa depan. “Makin banyak media yang kami pakai justru semakin bagus,” katanya.

Asal tahu saja, sesuai ketentuan kantor pusat, porsi belanja iklan tahunan KFC adalah 5%–6% dari total pendapatan. Selain media yang dipakai, Justinus yakin, kunci efektivitas iklan KFC adalah menyampaikan pesan dalam kemasan menarik.

Manulife
Manulife Indonesia sebenarnya baru memanfaatkan media massa sejak dua tahun lalu. Seperti yang jamak dilakukan perusahaan asuransi, pemasar-an produknya masih mengandalkan jasa agen asuransi. Belakangan, dengan alasan brand awaraness Manulife di Indonesia perlu lebih ditingkatkan, perusahaan asuransi asal Kanada ini mulai beriklan di media konvensional, seperti televisi dan surat kabar.

Bahkan, mulai tahun ini, Manulife Indonesia diberi kesempatan oleh kantor pusatnya untuk membikin iklan berkonten lokal. Asal tahu saja, sebelumnya iklan yang disuguhkan Manulife Indonesia sama dengan semua iklan Manulife wilayah Asia, yang berpusat di Hong Kong.

Tak cuma itu, Manulife Indonesia secara khusus membentuk Divisi Digital Marketing pada awal 2013. “Agar media digital lebih tergarap dengan baik,” kata Felicia.

Sayangnya, Felicia belum mau merinci rencana strategis ini. Dia juga tak menyebut alokasi dana untuk mengembangkan media digital. Yang jelas, iklan yang dilakukan melalui jenis media apapun hanya sebatas penancapan merek Manulife di masyarakat. Selebihnya, proses marketing masih tetap mengandalkan tenaga agen.

Hypermart

Meski saat ini mayoritas masih mengandalkan media cetak, Fernando bilang, tak menutup kemungkinan Hypermart akan masuk ke media digital. Saat ini, jaringan ritel milik Grup Lippo ini baru memiliki fasilitas-fasilitas marketing online standar, seperti website dan akun media sosial di Facebook dan Twitter.

Dari situ, Hypermart mulai mencoba menyisipkan aneka informasi dan promosi mereka. Kehadiran sarana berbasis Internet di media sosial tersebut diharapkan bisa memudahkan konsumen untuk menyampaikan keluhan atau memberikan respon terhadap pengalaman mereka selama berbelanja di Hypermart.

Ke depan, Hypermart bakal mengembangkan model bisnis e-commerce untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang menginginkan kepraktisan berbelanja. “Sarana berbasis Internet masih menjadi pelengkap dan investasi kami di sini masih kecil karena masih terus berkembang,” kata Fernando.

Ramayana

Agak berbeda dengan perusahaan lain, PT Ramayana Lestasi Sentosa Tbk, pemilik jaringan ritel busana Ramayana, justru belum tertarik masuk ke media digital. Direktur Ramayana Setyadi Surya berkilah, segmen pasar Ramayana yang mayoritas kelas menengah bawah belum terlalu banyak memanfaatkan Internet di kehidupan sehari-hari. Kelas ini memiliki ciri utama berupa sensitivitas yang tinggi terhadap harga dan tingkat daya belinya terbatas.

Ramayana lebih mengedepankan pemakaian istilah diskon, sale, atau obral dicantumkan dalam flyer atau selebaran yang disebar di kantong-kantong pemukiman yang menjadi target pasarnya. Upaya marketing lain seperti menggelar acara jumpa artis secara berkala agar konsumen datang tertarik untuk berbelanja.

Demi menjaga loyalitas konsumen, Ramayana sudah menerapkan kartu keanggotaan bagi konsumennya. Setyadi mengatakan, sudah ada lebih dari 50.000 kartu keanggotaan yang tersebar. “Model pemberitahuan promo ke pemegang kartu belum melalui Internet, tapi masih lewat pesan singkat (SMS),” katanya.

Kita lihat saja, apakah cara perusahaan-perusahaan ini efektif memikat konsumen.


***Sumber : KONTAN MINGGUAN 34 - XVII, 2013 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×