kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Posisi Freeport belum aman


Kamis, 06 April 2017 / 14:13 WIB
Posisi Freeport belum aman


Reporter: Agus Triyono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Angin segar yang diberikan pemerintah kepada PT Freeport Indonesia untuk mengekspor mineral mentah sampai 10 Oktober mendatang dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) masih belum menghilangkan ancaman kepada perusahaan Amerika tersebut.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM mengatakan, angin segar berupa izin ekspor mineral tersebut diberikan sementara waktu, enam bulan.

"Jadi yang sementara izin ekspornya," katanya di Komplek Istana Negara, Kamis (6/4).

Waktu enam bulan tersebut akan digunakan oleh pemerintah Indonesia dengan Freeport untuk berunding mengenai kelanjutan investasi perusahaan tersebut di Indonesia. Salah satu hal yang akan dibahas dalam perundingan tersebut adalah masalah kewajiban perpajakan dan retribusi yang harus dijalankan Freeport, kalau nantinya operasi mereka di Indonesia diperpanjang.

Selain merundingkan masalah pajak dan retribusi, dalam jangka waktu tersebut, pemerintah juga akan secara cermat melihat keseriusan Freeport. Keseriusan tersebut akan dilihat dari kemajuan pembangunan smelter yang mereka lakukan.

"Untuk melihat keseriusan itu, setiap tiga bulan kami akan kirim verifikator independen untuk mengecek, ada kemajuan atau tidak," katanya.

Jonan mengatakan, kalau dalam batas waktu tersebut Freeport ternyata mangkir dari kewajiban mereka dan perundingan buntu, pemerintah akan tegas mencabut izin ekspor konsentrat Freeport.

"Nah kalau setelah izin ekspornya dicabut, Freeport bilang mau kembali dari IUPK ke Kontrak Karya sampai 2021, ya sudah tidak ada izin ekspor lagi, tapi sama saja tidak akan bisa ekspor lagi. Kalau tidak bisa, bubar saja," katanya.

Operasi Freeport pasca terbitnya Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya yang berkaitan dengan ekspor konsentrat terganggu. Pasalnya keberadaan aturan tersebut mewajibkan perusahaan tambang Kontrak Karya yang ingin ekspor konsentrat harus mengubah izin mereka menjadi izin usaha khusus pertambangan.

Kedua, perusahaan tambang dengan aturan tersebut juga wajib mendivestasikan saham mereka hingga 51% secara bertahap. Tapi, 10 Februari lalu Freeport McMoran melalui CEO mereka, Richard Adkerson, menolak tegas aturan tersebut. Namun dalam perjalanan, mereka mulai melunak dan mau berunding dengan pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×