Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis hotel dan restoran sempoyongan terhempas pandemi Covid-19. Masih tertatih di awal tahun, lonjakan kasus Covid-19 dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat pada 3 Juli - 20 Juli 2021 membuat sektor usaha hotel dan restoran semakin tiarap.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran membeberkan, pada periode semester pertama 2021 tingkat hunian (okupansi) belum banyak bergeser dari tahun lalu, yakni berkutat level 30%-35%. Meski hanya diterapkan di Jawa dan Bali, namun PPKM darurat membuat tingkat okupansi secara rata-rata nasional akan merosot sekitar 10%-15%.
Tak hanya dari penurunan okupansi, tekanan juga datang dari average room rate atau rata-rata nilai harga kamar yang merosot hinga 30%-40%. Artinya, pendapatan (revenue) pelaku usaha anjlok sangat dalam.
"Bukan hanya okupansi saja yang turun, tapi nilai jual juga. Jadi pendapatan otomatis turun. Kalau pun nanti terlihat ada kenaikan okupansi, bukan berarti pelaku usaha punya kelebihan uang, tidak begitu," kata Maulana saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (5/7).
Baca Juga: Terpuruk karena pandemi, begini curhatan dan harapan pelaku usaha hotel dan restoran
CEO Dafam Hotel Management (DHM) Andhy Irawan mengamini, PPKM darurat sangat berdampak terhadap kinerja bisnis perhotelan. Dia memberikan gambaran, okupansi hingga Juni 2021 sudah tumbuh dengan rata-rata 10%-20%. Namun lonjakan kasus covid-19 belakangan ini mengubur momentum pertumbuhan tersebut.
"Secara keseluruhan (jaringan hotel) Dafam di Indonesia mulai agak membaik, tapi sekarang banyak beberapa yang cancel (membatalkan pesanan) khususnya group seperti di Bali, Semarang dan Surabaya," kata Andhy kepada Kontan.co.id, Senin (5/7).
Sebagai strategi untuk bisa bertahan, DHM mengoptimalkan pemasaran melalui saluran online dan e-commerce. Termasuk meluncurkan program seperti staycation seminggu hingga satu bulan. Asal tahu saja, saat ini ada 25 hotel yang dikelola oleh DHM.
Pelaku usaha hotel pun tak punya banyak pilihan. Apalagi kegiatan Meeting, Incentive, Conference dan Exhibition (MICE) sangat terbatas, meski masih bisa dilakukan dengan protokol yang sangat ketat.
Tak hanya DHM, PT Hotel Indonesia Natour (Persero) atau Inna Grup juga merasakan dampak yang signifikan. Direktur Utama Hotel Indonesia Natour Iswandi Said menyampaikan bahwa rata-rata tingkat okupansi Hotel Indonesia Natour (HIN) Grup sudah berada di level 14,5%.
Padahal, pada periode awal tahun 2021 hingga bulan April, tingkat okupansi rata-rata HIN Grup berada pada kisaran 25%-30%. Bahkan, dengan adanya pelaksanaan program Work From Bali, okupansi HIN Grup sempat mencapai 45%.
"Kami masih akan melihat lebih jauh perkembangan yang terjadi. Namun beberapa hotel kami yang berada di Jawa dan Bali barangkali yang akan cukup mengalami dampak yang cukup besar," terang Iswandi.
HIN Grup pun mengencangkan ikat pinggang untuk bisa bertahan di tengah penurunan tamu yang signifikan. "Upaya efisiensi dengan meminimalkan cost atau operational expenses merupakan hal mutlak yang kami lakukan," kata Iswandi.
Bisnis restoran ikut merana
Tak hanya bisnis hotel, tekanan juga dialami oleh bisnis restoran. Maulana menyebut, pertumbuhan kinerja bisnis restoran akan sangat bergantung pada mobilitas dan aktivitas masyarakat di sekitar restoran tersebut.
Dengan Work From Home (WFH), pendapatan restoran di sekitar perkantoran sudah pasti anjlok. Begitu pun saat aktivitas di pusat perbelanjaan atau mal sepi, apalagi sampai tidak beroperasi. "Karena bisnis restoran nggak bisa berdiri sendiri," ungkap Maulana.
Baca Juga: Sebelum PPKM Darurat, okupansi Hotel Indonesia Natour Grup sempat menyentuh 45%
Di sisi lain, transformasi digital juga belum bisa menopang bisnis restoran. Sebab, pendapatan restoran masih didominasi dari makan di tempat (dine in). Wakil Ketua Bidang Restoran di BPD PHRI DKI Jakarta Rully Rifai memberikan gambaran, program delivery atau take away baru bisa mencakup 15%-25% dari penjualan.
Menurut Rully, PPKM darurat ini tak ubahnya seperti lockdown bagi bisnis restoran, lantaran tidak bisa beroperasi. "Ini sangat berdampak buat restoran, apalagi untuk pembayaran sewa, listrik, pajak-pajak, sangat menyulitkan buat kami," ujarnya.
Dihubungi terpisah, PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA) memastikan gerai Pizza Hut yang dikelolanya belum ada yang tutup akibat PPKM darurat. Sekretaris Perusahaan PZZA Kurniadi Sulistyomo mengakui, kondisi saat ini sangat berat, lantaran hanya mengandalkan layanan take away dan delivery.
Menurutnya, pelaksanaan PPKM darurat membatasi mobilitas pegawai. Imbasnya bisa mempersulit karyawan lepas (part time) atau pekerja upah harian. Kurniadi berharap, kebijakan ini bisa benar-benar efektif mengendalikan wabah covid, sehingga PPKM darurat tidak perlu diperpanjang.
"Kami berharap (PPKM darurat) tidak diperpanjang oleh pemerintah, atau setidak-tidaknya bisa dibuat lebih fleksibel untuk mobilitas. Karena banyak karyawan yang tidak bisa bekerja," ujarnya.
Kurniadi bilang, jika situasi ini terus berlarut, maka iklim bisnis restoran menjadi tidak kondusif. Adapun untuk bisa bertahan, saat ini Pizza Hut akan mengoptimalkan strategi marketing dan promosi.
"Kami berusaha agar tidak merumahkan, apalagi melakukan PHK. Meski sangat berat untuk kondisi sekarang," imbuhnya.
Selanjutnya: Catat! Pemprov DKI memberlakukan surat khusus bagi pekerja selama PPKM Darurat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News