kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Terpuruk karena pandemi, begini curhatan dan harapan pelaku usaha hotel dan restoran


Senin, 05 Juli 2021 / 15:38 WIB
Terpuruk karena pandemi, begini curhatan dan harapan pelaku usaha hotel dan restoran
ILUSTRASI. Pengunjung menggunakan masker. KONTAN/Baihaki/11/6/2021


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hotel dan restoran menjadi salah satu sektor usaha yang paling telak terpukul pandemi covid-19. Ketua Badan Pengurus Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia DKI Jakarta (BPD PHRI Jakarta) Sutrisno Iwantono menyampaikan, lonjakan kasus covid-19 yang diikuti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3 Juli - 20 Juli 2021 membuat pelaku usaha semakin terjepit.

Pada masa PPKM darurat, dapat dipastikan tingkat keterhunian (okupansi) hotel akan anjlok. Sutrisno memberikan gambaran, rata-rata okupansi diperkirakan akan turun dari sekitar 20%-40% menjadi hanya 10%-15%. Terlebih, banyak terjadi pembatalan pesanan baik pemesanan kamar maupun untuk kegiatan yang sudah terjadwal.

Padahal, pada periode Januari-Mei 2021 secara umum terjadi pertumbuhan okupansi sekitar 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meski kondisi Average Daily Rate (ADR) masih turun 29% secara tahunan, namun kondisi pada awal tahun 2021 cukup menunjukkan sinyal yang positif.

Baca Juga: Mengintip bisnis perhotelan di tengah lonjakan kasus Covid-19

Sayang, momentum pertumbuhan itu tak bertahan lama. "Sejak puasa, lebaran dan sekarang, mengalami penurunan yang cukup signifikan. Tentunya pemberlakuan PPKM darurat memberikan dampak signifikan terhadap hotel dan restoran," kata Sutrisno dalam konferensi pers virtual yang digelar Senin (5/7).

Tak hanya dari okupansi, penurunan pun terjadi dari sisi harga. Strategi penjualan yang tampak seperti perang harga ini pun membuat penurunan harga sebesar 29% secara tahunan pada periode Januari-Mei 2021. Parahnya, harga yang diperoleh tidak cukup untuk menutupi kebutuhan operasional dan beban usaha.

"Penurunan harga dalam kondisi ini menjadi tidak visible secara ekonomis. Sehingga membuat sulit untuk meng-cover biaya. Lalu penutupan mal juga menghentikan aktivitas bisnis restoran di sana," sambung Sutrisno.

Apalagi, penggunaan platform online juga belum bisa menjadi andalan untuk mendongkrak penjualan. Wakil Ketua Bidang Restoran di BPD PHRI DKI Jakarta Rully Rifai memberikan gambaran, program delivery atau take away baru bisa mencakup 15%-25% dari penjualan.

Menurut Rully, PPKM darurat ini tak ubahnya seperti lockdown bagi bisnis restoran, lantaran tidak bisa beroperasi. "Ini sangat berdampak buat restoran, apalagi untuk pembayaran sewa, listrik, pajak-pajak, sangat menyulitkan buat kami," ungkapnya.




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×