kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.942.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.395   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.907   -61,50   -0,88%
  • KOMPAS100 997   -14,27   -1,41%
  • LQ45 765   -9,88   -1,28%
  • ISSI 225   -2,18   -0,96%
  • IDX30 397   -4,54   -1,13%
  • IDXHIDIV20 466   -5,69   -1,21%
  • IDX80 112   -1,62   -1,42%
  • IDXV30 115   -1,15   -0,99%
  • IDXQ30 128   -1,29   -0,99%

Praktisi Migas Usul Impor LNG Tak Hanya Diberikan ke PGN


Minggu, 22 Juni 2025 / 21:54 WIB
Praktisi Migas Usul Impor LNG Tak Hanya Diberikan ke PGN
ILUSTRASI. A drone view shows tugboats assisting a liquified natural gas (LNG) tanker to dock at a port in Yantai, Shandong province, China February 14, 2025. cnsphoto via REUTERS 


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Praktisi minyak dan gas bumi (migas) Hadi Ismoyo menilai, kebijakan impor Liquefied Natural Gas (LNG) sebaiknya hanya dilakukan apabila alokasi gas domestik telah terserap secara optimal.

“Jika alokasi LNG dalam negeri sudah terserap dengan baik, kami mendukung opsi impor LNG untuk memenuhi kebutuhan domestik,” kata Hadi kepada Kontan.co.id, Minggu (22/6).

Baca Juga: Badak LNG Catat Pengapalan LNG Capai 67,63 Kargo Sepanjang 2024

Namun demikian, Hadi menekankan bahwa impor LNG tidak seharusnya dimonopoli oleh satu pihak.

Ia mendorong pemerintah untuk membuka ruang bagi pelaku industri lain yang memiliki fasilitas regasifikasi seperti Floating Storage Regasification Unit (FSRU) atau jaringan pipa gas, agar dapat ikut serta dalam aktivitas impor.

“Ciptakan kompetisi perdagangan gas yang sehat. Bukan hanya PGN, industri gas lain juga harus diberi peluang untuk impor LNG,” tegasnya.

Evaluasi Harga Gas Khusus

Lebih lanjut, Hadi menilai kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang berlaku saat ini patut ditinjau ulang.

Ia berpandangan bahwa insentif berupa harga gas murah sebaiknya difokuskan pada sektor-sektor industri yang memiliki dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja berskala besar.

Baca Juga: Bahlil Ungkap Indonesia Bakal Punya Floating LNG

“Dalam konteks ini, peran pemerintah adalah menyediakan gas HGBT sebagai bentuk subsidi dari sisi hulu. Namun, subsidi ini kerap menjadi dilema karena harga rendah membuat eksplorasi migas menjadi kurang menarik bagi investor,” jelas Hadi.

Ia pun mengusulkan pendekatan baru: tanpa subsidi hulu, namun dengan memastikan ketersediaan pasokan tetap terjaga, sehingga ekosistem migas nasional dapat tumbuh secara berkelanjutan.

Wacana Impor LNG oleh Industri

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengusulkan agar industri diberi keleluasaan untuk mengimpor LNG secara langsung.

Usulan ini telah disampaikan kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto sebagai bagian dari evaluasi kebijakan gas murah.

Baca Juga: Impor LNG dan Kritikal Mineral Masih Jadi Senjata RI Turunkan Tarif Resiprokal AS

“Kalau pasokan domestik tidak mencukupi, baik dari sisi kuantitas maupun harga, kawasan industri seharusnya diberi fleksibilitas untuk mendatangkan gas dari luar negeri,” ujar Agus dalam Munas XI Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI), Rabu (18/6).

Ia juga menyebut bahwa pemerintah tengah menyiapkan konsep Peraturan Presiden (Perpres) baru untuk mendukung skema tersebut.

Sebagai informasi, kebijakan HGBT saat ini diatur dalam Perpres No. 121 Tahun 2020. Aturan ini menetapkan harga gas sebesar US$6 per MMBTU bagi tujuh sektor industri: pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet, serta untuk kebutuhan PLN.

Sikap Kementerian ESDM

Wacana impor gas juga mendapat perhatian dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyatakan, industri memang diperbolehkan mengimpor gas secara mandiri jika pasokan domestik tidak mencukupi.

Baca Juga: Perusahaan China Borong LNG Saat Harga Turun

“Kalau pasokan dalam negeri tidak mencukupi, tentu kita akan buka opsi impor untuk kebutuhan industri,” ujar Yuliot saat ditemui di kantor ESDM, Jakarta, Jumat (20/6).

Ia menambahkan, gas merupakan bahan baku utama dalam proses produksi di kawasan industri. Jika pasokan gas terganggu, maka aktivitas produksi pun bisa ikut terhenti.

“Kalau industri tidak punya bahan baku gas, baik untuk energi maupun bahan baku langsung, tentu akan mengganggu kelangsungan produksi. Kita akan melihatnya dari sisi pemanfaatan ekonominya,” tutup Yuliot.

Selanjutnya: Premi Asuransi Perjalanan Allianz Utama Tumbuh 9% hingga Mei 2025

Menarik Dibaca: iPhone 11 Pro Masih Dapat Update iOS? Yuk, Cek Jawabannya Berikut ini!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×