Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Ikatan Awak Kabin Garuda memprotes adanya perlakuan diskriminasi terhadap awak kabin pesawat. Salah satu perlakuan yang dinilai deskriminatif itu terkait dengan bagian tubuh pramugari, yaitu rambut.
“Ada diskriminasi bentuk lahiriah yang akhirnya membuat rekan kami harus di grounded selama beberapa minggu tak boleh terbang dan dipotong tunjangannya,” papar Dewi Anggraini, pengurus IKAGI.
Adalah Jacqueline Tuwanakota, yang berasal dari Indonesia Timur terlahir dengan rambut keriting. Biasanya saat bertugas, Jacky kerap menyanggul cepol rambutnya dengan rapi. Sayangnya, kebijakan baru dari salah satu maskapai milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengharuskan pramugari memiliki tatanan rambut twist.
“Cara baru ini tidak bisa diikuti oleh rekan kami karena kendala rambutnya yang sulit di tata model twist,” ungkap Dewi kepada tabloidnova.com pada Jumat (6/7).
Bukan hanya Jacky sebenarnya yang mengeluhkan model seragam dan rambut kali ini. Beberapa pramugari juga tidak sepakat model rambut juga ikut-ikutan diseragamkan. Pasalnya, penggunaan banyak jepit untuk model rambut twist kerap menimbulkan pusing dan sakit kepala.
Pada akhirnya, ini menimbulkan ketidak nyamanan saat bertugas. “Seharusnya, yang penting pekerja bisa bekerja sekaligus merasa nyaman melakukan pekerjaannya. Atau paling tidak, maskapai meminimalisir aturan yang membuat karyawan tidak nyaman,” harap Dewi menyuarakan keinginan pramugari uang bekerja di maskapai nasional itu.
Malangnya, bukan jalan keluar yang diberikan perusahaan. Jacky justru di grounded selama 2 minggu. Pasca kesulitan melakukan gulungan pada rambut, Jacky berusaha memotong pendek rambutnya agar tak perlu di twist. Perusahaan memang menganjurkan pramugari mengenakan model rambut pendek jika keberatan untuk menggulung rambut.
Tetapi tindakan tersebut justru membuat keriting Jacky semakin kentara. Ujung-ujungnya, perusahaan menjatuhkan sanksi pada Jacky dengan alasan “rambutnya terlalu keriting”. Dia pun tidak diizinkan terbang hingga menyelesaikan masalah rambut.
“Kalau perusahaan menuntut rambut rekan kami itu harus diluruskan, itu seperti menuntut semua orang mengecat rambut. Padahal tidak semua orang bisa mengecat rambut sesuai tuntutan perusahaan,” pungkas Dewi yang menyayangkan sikap diskriminasi yang masih dimiliki perusahaan sekaliber maskapai nasional tempat ia bekerja itu. (Laili/Tabloidnova)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News