Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Di beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia, tengah melakukan riset tentang produk alternatif lain untuk para perokok. Riset Public Health England dan UK Royal College of Physicians misalnya, menyatakan bahwa rokok elektrik 95 % lebih tidak berbahaya daripada rokok konvensional berdasarkan bukti ilmiah yang komprehensif yang dilakukan dengan menganalisa senyawa kimia dari uap rokok elektrik, racun yang terkandung pada pengguna dan uji klinis.
Dilansir dari The Sydney Morning Herald, peneliti juga mengatakan, “Meskipun tidak mungkin untuk memperkirakan risiko kesehatan jangka panjang terhadap rokok elektrik secara tepat, data yang tersedia menunjukkan bahwa senyawa berbahaya yang terkandung dalam rokok elektrik tidak melebihi 5 % dari rokok biasa, dan bahkan dapat lebih rendah dari nilai tersebut.”
Tingkat racun dalam uap rokok elektrik dinilai jauh lebih rendah daripada rokok konvensional dan menurut Public Health England, “tidak ada keraguan bahwa perokok yang beralih ke vaping akan mengurangi risiko kesehatan mereka secara drastis.”
Selain itu, berdasarkan studi lain, enam juta perokok di Uni Eropa juga menggunakan rokok elektrik sebagai medium untuk berhenti merokok dan lebih dari 1,5 juta perokok di Inggris telah berhasil berhenti merokok dengan menggunakan metode tersebut. Dengan demikian, rokok elektrik dinyatakan sebagai alat bantu yang paling populer untuk berhenti merokok di Inggris dan Amerika Serikat.
Di Australia, penyelidikan parlemen federal mengenai rokok elektrik sedang berlangsung dan penyelidikan senat akan segera dimulai berdasarkan rancangan undang-undang yang diajukan ke senat minggu lalu.
Sebuah kebijakan haruslah didasarkan pada bukti yang akurat bukan karena ketakutan yang berlebihan, persepsi yang salah dan retorika. Penilaian terhadap rokok elektrik maupun produk alternatif rokok tanpa TAR seharusnya dibandingkan dengan bahaya atau risiko dari rokok konvensional.
Rokok elektrik diyakini memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok konvensional karena, seperti yang diketahui, bahaya utama dari merokok disebabkan pada proses pembakaran yang menghasilkan TAR, yang tidak terdapat jika perokok menggunakan rokok elektrik maupun produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar.
Di Indonesia, produk alternatif pengganti rokok pun terus dikembangkan untuk menekan angka perokok konvensional. Yayasan Pemerhati Kebijakan Publik Indonesia (YPKP Indonesia) sebagai lembaga pertama dan satu-satunya lembaga yang melakukan penelitian terhadap produk alternatif pengganti rokok mengungkapkan, bahwa di negara-negara lain sudah dilakukan kebijakan untuk pengurangan bahaya bagi penggunaan produk tembakau.
“Dengan tingginya angka perokok di Indonesia, Pemerintah Indonesia perlu menyusun regulasi yang mengatur produk alternatif rokok misalnya produk alternatif tembakau yang tidak memiliki proses pembakaran yang berbahaya,” jelas Achmad Syawqie, pendiri YPKP Indonesia.
Achmad Syawqie juga menyatakan adanya kesalahpahaman di masyarakat yang menganggap bahwa nikotin merupakan zat berbahaya yang terdapat di dalam rokok; padahal sebenarnya tidak.
Sebagaimana yang disepakati oleh banyak pakar zat berbahaya dari rokok adalah TAR yang dihasilkan melalui proses pembakaran rokok, sehingga penting akan hadirnya produk-produk alternatif rokok yang juga mengandung tembakau namun tidak memiliki proses pembakaran. "Informasi terkait nikotin tersebut dirasa perlu untuk disosialisasikan lebih luas," tegas Prof. Syawqie. (Sanusi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News