kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Produk HPTL diklaim bisa membantu mengatasi masalah rokok


Kamis, 08 April 2021 / 15:21 WIB
Produk HPTL diklaim bisa membantu mengatasi masalah rokok
ILUSTRASI. Pramuniaga menjelaskan produk rokok elektrik


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, snus, dan kantung nikotin, merupakan hasil inovasi industri hasil tembakau yang memiliki profil risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok.

Produk tersebut dinilai memiliki andil yang besar dalam mengurangi masalah rokok daripada sekadar menjadi objek pajak dan sumber pendapatan negara.

Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo) Paido Siahaan mengatakan, berdasarkan kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) pada tahun 2015, terdapat 230.000 kematian akibat konsumsi rokok per tahun dan hampir sepertiga dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia hilang untuk membiayai penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan merokok.

Baca Juga: Investasi industri HPTL butuh insentif, ini alasannya

“Melihat masalah yang tidak kunjung selesai tersebut, kami melihat bahwa produk HPTL, seperti rokok elektrik, dapat menjadi salah satu alat intervensi pemerintah untuk mengatasi masalah rokok di Indonesia. Produk tersebut juga telah dimanfaatkan oleh Pemerintah Inggris untuk membantu mengurangi jumlah perokok di negaranya,” ujar Paido dalam keterangannya, Kamis (8/4).

Menurutnya, intervensi pemerintah untuk menurunkan prevalensi perokok serta risiko kesehatan yang diakibatkan oleh rokok memiliki kepentingan yang jauh lebih mendesak daripada hanya memanfaatkan produk HPTL sebagai sumber pendapatan negara melalui cukai.

Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), prevalensi perokok berpotensi meningkat sebesar 15,95% pada tahun 2030 jika penanganan pemerintah terkait pengendalian tembakau tidak berubah dan tidak memanfaatkan inovasi yang berkembang di industri tersebut.

Padahal, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mengharapkan prevalensi perokok pada anak di bawah umur 18 tahun bisa mengalami penurunan ke 5,4%. Namun, yang terjadi malah peningkatan sebesar 9,1%.




TERBARU

[X]
×