Reporter: Yudo Widiyanto |
JAKARTA. Dampak gempa dan tsunami yang menyapu Jepang pekan silam masih terasa di banyak sektor industri. Tak terkecuali sektor alat berat. Maklum saja, selama ini Indonesia masih mengimpor alat berat dari negeri Sakura, baik dalam bentuk komponen terurai atau completely knock down (CKD) maupun dalam bentuk utuh atau completely built up (CBU).
Menurut A. Solichin, Wakil Ketua Asosiasi Industri Alat Besar Indonesia (Hinabi), industri dalam negeri bisa terganggu lantaran rusaknya pabrik-pabrik prinsipal di Jepang. "Hal ini mengancam ketersediaan alat berat dan kelancaran produksi," ungkapnya, Rabu (23/3). Saat ini, kapasitas produksi alat berat CKD mencapai 6.000 unit per tahun. Sementara impor alat berat CBU bisa mencapai 2.500 unit per tahun.
Berhenti sebulan
Kabarnya, pabrik milik prinsipal di Jepang bakal berhenti berproduksi hingga sebulan ke depan untuk masa pemulihan. Ini diperparah lagi dengan tidak adanya sistem stok cadangan alias buffer stock. Maklum, vendor tidak menimbun stok agar tetap efisien.
”Memang tsunami belum mempengaruhi pengiriman alat berat bulan ini karena proses pengiriman sudah berjalan, tapi bulan depan bisa berpengaruh,” imbuh Solichin. Menurutnya, produksi alat berat tahun ini terancam turun 10%-15% atau sekitar 600-1.000 unit. Dengan asumsi harga Rp 1 miliar per unit, industri harus siap kehilangan penjualan hingga sekitar Rp 1 triliun.
Salah satu produsen alat berat Jepang yang mengalami kerusakan pabrik akibat tsunami misalnya Komatsu Ltd. Sebanyak empat dari total tujuh pabrik Komatsu mengalami rusak parah akibat bencana gempa dan tsunami.
Menghadapi hal ini, para distributor lokal, menurut Solihin, tidak bisa berbuat banyak. Mereka hanya bisa menunggu. Namun, sejumlah importir CBU yang semula membeli dari Jepang mulai mengimpor alat berat dari Thailand dan Jerman. Selain itu, ada pula yang mulai mencari pemasok baru.
Untung, bencana tidak mengurungkan niat investor Jepang untuk merelokasi pabrik ke Indonesia. Menurut Solihin, langkah ini diambil untuk menghindari resiko kerugian yang lebih besar. Jika ekspansi baru ini terwujud, Hinabi menghitung, produksi alat berat CKD bisa meningkat jadi 8.000 unit, naik 33,3% dari 6.000 unit tahun lalu. Untuk mencapai produksi itu, produsen alat berat akan menggelontorkan investasi sebesar US$ 100 juta.
Budi Darmadi, Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian mengakui, tsunami membuat pasokan komponen hingga subkomponen alat berat ke Indonesia berkurang. Karena itulah, ada kemungkinan, industri mencari alternatif komponen dari negara lain seperti Thailand dan Korea Selatan. "Karena itu, kami ingin Jepang banyak melakukan kegiatan manufaktur di dalam negeri," ungkapnya.
Namun, meski ada ancaman gangguan pasokan, Ari Setyawan, Hubungan Investor PT United Tractors Tbk (UT) menegaskan, perusahaannya belum merevisi target penjualan pasca tsunami menerjang Jepang. UT menargetkan penjualan tahun ini bisa mencapai 6.000 unit atau naik 11,1% dari 5.400 unit di tahun lalu.
Adanya tsunami tentu mempengaruhi penjualan UT. Sayang, Ari belum mau menjelaskan secara detail dampak bencana itu. "Kami belum bisa komentar dulu soal koreksi," ungkapnya singkat. Menurutnya, UT masih menunggu kabar kesiapan pabrik di Jepang untuk memasok komponen dan mesin ke UT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News