kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Produksi batubara tembus 557,54 juta ton tahun lalu, bagaimana prospek di 2021?


Selasa, 05 Januari 2021 / 17:14 WIB
Produksi batubara tembus 557,54 juta ton tahun lalu, bagaimana prospek di 2021?
ILUSTRASI. Realisasi produksi batubara tahun 2020 mencapai 557,54 juta ton.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi produksi batubara nasional kembali melebihi target, meski kali ini kelebihannya hanya sedikit saja. Merujuk informasi dari Minerba One Data (MODI) Ditjen Minerba Kementerian ESDM, realisasi produksi batubara tahun 2020 mencapai 557,54 juta ton.

Angka itu tipis di atas rencana produksi nasional tahun 2020 yang ditetapkan sebanyak 550 juta ton. Artinya, realisasi produksi tahun 2020 101,37% dari target.

Dari sisi penjualan, realisasi ekspor yang tercatat di MODI sebanyak 305,77 juta ton atau 77,41% dari rencana ekspor yag berada di angka 395 juta ton.

Sedangkan untuk Domestic Market Obligation (DMO), realisasi yang tercatat di MODI sebesar 108,45 juta ton atau 69,97% dari rencana yang ditetapkan 155 juta ton.

Baca Juga: Gasifikasi batubara akan berdampak ke pendapatan emiten batubara di jangka panjang

Komoditas batubara pada tahun 2020 memang dibayangi dengan tekanan pasar dan harga sebagai imbas dari pandemi covid-19. Namun, kondisi pasar dan harga batubara mulai membaik pada tiga bulan terakhir 2020, dan berlanjut di awal 2021.

Kondisi itu tercermin dari Harga Batubara Acuan (HBA) yang terus menunjukkan tren yang menanjak. HBA 2021 dibuka dengan US$ 75,84 per ton. HBA bulan Januari 2021 itu naik US$ 16,19 per ton atau 27,14% dibandingkan bulan Desember tahun 2020, yaitu US$ 59,65 per ton.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyampaikan, prospek permintaan batubara tahun 2021 diperkirakan lebih cerah dibanding tahun lalu. Kenaikan HBA di Januari 2021 merupakan rerata dari empat index pembentuk HBA pada bulan Desember 2020.

Hal ini lebih banyak disebabkan oleh naiknya permintaan batubara di musim dingin, terutama oleh China, yang juga sebagai akibat keterbatasan (shortage) supply pasokan domestik batubara di sana. "Ke depan, kebijakan pemerintah Tiongkok terkait dengan kuota impor batubara sangat berperan," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Selasa (5/1).

Lebih lanjut, jika ke depannya tren pasar dan harga batubara semakin membaik lantaran naiknya permintaan, Hendra menyampaikan bahwa tidak menutup kemungkinan perusahaan akan meningkatkan produksinya. Hal itu dimungkinkan melalui revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sesuai dengan Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2020.

Dari sisi produksi, pada tahun 2020 lalu realisasinya mencapai angka 557,34 juta ton, sedikit lebih tinggi dari target yang ditetapkan pemerintah di angka 550 juta ton.

Dengan banyak pasar baru yang berkembang, kata Hendra, tidak menutup kemungkinan produksi tahun ini akan lebih tinggi dari 2020. Namun, bagaimana perkembangan harga dan pasar ke depan sangat menentukan. "Kondisi pasar dan harga masih menjadi pertimbangan, masih sangat dinamis," ujarnya.

Adapun, target produksi batubara nasional pada tahun ini juga dipatok pada 550 juta ton. "Penetapan target produksi 550 juta ton oleh Kementerian ESDM pada tahun ini lebih bertujuan agar tingkat produksi bisa lebih dikenalikan untuk mengurangi kelebihan pasokan atau oversupply," terang Hendra.

Di sisi lain, dia juga mengingatkan,meski tren dalam tiga bulan terakhir harga terus merangkak naik, tetapi belum bisa dipastikan tren ini akan terus berlanjut pada 2021. Apalagi, di tengah kondisi pandemi covid-19 yang masih membayangi dunia.

"Faktor-faktor eksternal yang berpengaruh terhadap harga juga masih sangat dinamis. Sebelum pandemi, memang biasanya permintaan batubara menguat di masa musim dingin, kuartal IV dan di awal kuartal I," jelas Hendra.

Baca Juga: Proyeksi harga batubara pada 2021 setelah melesat di 2020

Dihubungi terpisah, Ketua Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo menilai, kenaikan harga masih belum berlandaskan pada fundamental yang kuat. Artinya, kondisi pasar dan harga saat ini belum tentu akan stabil dalam jangka panjang.

Perkembangan pasar global akan menentukan, terutama jika Australia mampu kembali memulihkan aktivitas perdagangan ke China. Apalagi pada tahun 2020, India pun mengalami kenaikan produksi yang sangat minim.

"Jadi saya yakin, perusahaan akan tetap berhati-hati dalam meletakkan kenaikkan harga saat ini," kata Singgih.

Selanjutnya: Harga batubara menanjak, APBI: Tidak menutup kemungkinan produksi bakal lebih tinggi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×