kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Produksi beras surplus, tapi harga beras menunjukkan tren kenaikan


Senin, 01 Oktober 2018 / 21:14 WIB
Produksi beras surplus, tapi harga beras menunjukkan tren kenaikan
Produksi beras surplus, namun harga beras menunjukkan tren kenaikan


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pangan Kementerian Pertanian (Kemtan) mengklaim bahwa hingga September 2018 produksi gabah secara nasional surplus.

Hal ini terkait dengan produksi padi jagung kedelai (PJK) selama kurun waktu lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Untuk produksi padi naik 4,07% per tahun, dengan luas panen padi naik 3,79% per tahun.

Data Kemtan menyebut, produksi padi tahun 2017 adalah 81,1 ton gabah kering giling (GKG), sedangkan pada tahun ini produksi hingga akhir tahun mencapai 83,03 ton.

“Produksi beras tahun 2018 sebesar 48,29 juta ton lebih besar dibandingkan konsumsi beras sebesar 30,37 juta ton. Atau artinya produksi beras masih surplus,” ungkap Direktur Jenderal Tanaman Pangan Sumardjo Gatot Irianto dalam siaran pers, Senin (1/10).

Namun demikian ini berbanding terbalik dengan harga beras di pasaran yang terus melonjak. Diketahui dari data Badan Pusat Statistik (BPS) harga beras premium per September 2018 naik 1,20% menjadi 9.572 per kilogram (kg), kualitas medium naik 1,50% menjadi Rp 9.310 per kg, dan kualitas rendah naik 1,65% menjadi 9.125 per kg.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas, hal ini tidak sinkron di mana seharusnya jumlah produksi yang surplus mampu menekan harga di pasar.

“Ya terserah saja percaya Kemtan apa enggak, kalau datanya surplus-kan harga pasti turun dimana pun di dunia, itu hukum supply and demand begitu,” kata Dwi saat dihubungi Kontan.co.id.

Dwi mengimbau agar hal ini bisa menjadi catatan bagi pemerintah, bahwa harga melonjak di pasar berbeda dengan kondisi yang terjadi pada produksi beras. Jika memang stok beras di pasaran menipis maka adalah wajar jika terjadi kenaikan harga beras.

“Jadi ya ini yang seharusnya menjadi catatan penting pemerintah. Ketika pemerintah bilang surplus tapi harga naik terus. Sekarang harga gabah sudah melonjak relatif tinggi disbanding bulan lalu. Apa kondisi stok ini semakin lama semakin terbatas, baik stok di masyarakat, stok di petani, maupun stok di pedagang,” ungkapnya.

Dwi menyebut bahwa harga Gabah Kering Panen (GKP) berdasarkan Survei dilakukan oleh Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) di 46 kabupaten sentra produksi di 12 provinsi untuk tingkat usaha tani sudah naik relatif tinggi.

Harga GKP di tingkat usaha tani, pada Juni Rp 4.298kg/GKP, Juli Rp 4.388 kg/GKP dan Agustus Rp 4.672 kg/GKP dan September Rp 4.839/kg GKP.

Dwi menyebut musim kering tahun 2018 ini lebih kering di banding tahun yang lalu. Bahkan ramalan BMKG yang kemungkinan masa tanam untuk tahun ini mundur. Jika mundur 1 bulan saja, stok di masyarakat dipastikan akan berkurang sekitar 2,5 ton. Atau 5 juta ton gabah.

Sebelumnya, Kemtan menyebut produksi padi tertinggi pada tahun 2018 berada di bulan Maret, sebesar 12,42 juta ton (GKG) dengan luas panen 2,3 juta HA. Produksi terendah di bulan Januari 2018 sebanyak 4, 01 juta ton GKG dan luas panen 799.890 HA.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×