Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Di tengah hambatan produksi teh nasional akibat menyusutnya lahan perkebunan teh serta cuaca buruk yang menghantam sebagian besar kebun teh di Tanah Air. Kondisi ini berbanding terbalik dengan permintaan teh, baik di pasar domestik maupun pasar ekspor yang terus meningkat.
Berkembangnya industri minuman berbasis teh di dalam negeri, serta munculnya pasar teh baru di luar negeri tak bisa dimaksimalkan karena produksi teh relatif stagnan atau bahkan turun.
Sekretaris Eksekutif Asosiasi Teh Indonesia (ATI) Atik Darmadi mengatakan produksi teh pada tahun lalu sebesar 130.000 ton dan diprediksi stagnan tahun ini. Volume produksi itu jauh lebih rendah dari produksi teh 10 tahun lalu yang mencapai 166.000 ton. "Setiap tahun produksi teh turun," ujar Atik kepada KONTAN, Kamis (1/9).
Dari target produksi 130.000 ton, hingga akhir Agustus 2016, baru terealisasi 8% dan diharapkan pada bulan September - Desember bisa mencapai target.
Atik menyebut saat ini komposisi ekspor masih lebih dominan ketimbang pasar lokal. Dari produksi 130.000 ton, ada 70.000 ton yang diangkut ke mancanegara dan sisanya diolah di dalam negeri. Negara tujuan ekspor teh Indonesia selama ini adalah Malaysia, Rusia, dan Pakistan.
Namun, karena tingginya permintaan teh dalam negeri, impor teh juga tak bisa dihindari. Hingga Agustus 2016 lalu, realisasi impor teh telah mencapai 12.000 ton. Jumlah ini memang masih dalam bisa ditoleransi setelah pemerintah menetapkan bea masuk teh impor sebesar 20% pada tahun 2015 silam.
Hasilnya, impor teh tak membanjir seperti tahun 2014 yang bisa mencapai 24.000 ton dalam setahun.
Atik mengatakan, pangsa pasar teh dalam negeri masih sangat besar karena teh bukan saja digunakan untuk minuman, tapi sudah diolah menjadi makanan seperti cokelat, kue, es krim dan sejumlah jenis makanan lainnya.
Ia mengatakan, berdasarkan data ATI, penjualan produk teh yang sudah diolah di dalam negeri mencapai rata-rata Rp 10 triliun setiap tahun. Sementara penjualan teh ekspor dalam bentuk bubuk hanya sekitar Rp 2 triliun.
Ketua Umum Dewan Teh lndonesia Rachmat Badruddin menambahkan potensi pasar teh dalam negeri harus terus ditingkatkan. "Dengan jumlah penduduk 250 juta orang, permintaan terhadap teh sangat besar, dan pasar ini yang belum tergarap dengan maksimal," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News