kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Produktivitas naik, listrik menjadi nadi bangkitkan asa petani saat pandemi covid-19


Selasa, 31 Agustus 2021 / 22:10 WIB
Produktivitas naik, listrik menjadi nadi bangkitkan asa petani saat pandemi covid-19
ILUSTRASI. Pemilik kebun buah naga memeriksa tanamannya di perkebunan Sobo, Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (11/4).


Reporter: Arfyana Citra Rahayu, Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) terus memastikan listrik bukan saja untuk kebutuhan konsumtif, tetapi juga menumbuhkan geliat ekonomi bagi masyarakat terutama bagi para petani. Dengan listrik kegiatan ekonomi di desa bisa tumbuh dan mulai menyejahterakan masyarakat sekitar.

Hal itu dirasakan oleh Sarjo, petani buah naga di Distrik Kurik, Kabupaten Merauke saat membagikan ceritanya melalui daring kepada Kontan.co,id, dia bercerita tentang keberhasilannya membudidayakan buah eksotis asal Meksiko setelah mengikuti program electrifying agriculture yang dijalankan PT PLN.

Sarjo tidak hanya membudidayakan buah naga tetapi juga mengelola sawah seluas 5 hektare (ha). "Namun, saat ini kita jual beras susahnya setengah mati, untungnya saja ada kebun buah naga yang bisa menambah keuangan sehari-hari dan modal sawah yang kurang," ceritanya kepada Kontan.co.id dengan latar suara semilir angin di Merauke, Selasa (31/8).

Di masa tuanya, Sarjo ingin menikmati hidupnya lewat kegiatan bertani dan beternak. Dia bilang, kebun buah naga ini sudah dirintisnya sejak 4 tahun yang lalu.

Pada awal membudidayakan buah naga, Sarjo hanya mengandalkan sinar matahari. Namun, sinar mentari saja tidak cukup untuk  membuat tanamannya berbuah maksimal, apalagi di luar masa panen. Di luar musim, tanaman buah naga tidak menghasilkan sama sekali.

Maka dari itu, dibutuhkan tenaga tambahan untuk memaksimalkan produksi buah dengan lampu listrik. Lewat teknik penyinaran ini, tanamannya dapat menghasilkan buah dua hingga tiga kali lipat lebih banyak.

Adapun untuk harga jualnya, Sarjo mengungkapkan, harganya bisa lebih tinggi dijual di luar masa panen. Sarjo menggambarkan, di pasar Merauke, harga buah naga pada masa panen sekitar Rp 20.000 per kilogram. Namun, di luar masa panen, harga buah naga bisa naik menjadi Rp 25.000 per kilogram dan kalau pasokannya makin menipis harganya sampai Rp 35.000 per kilogram.

Melihat bisnis buah naganya yang semakin berkembang, Sarjo berencana akan menambah penerangan hingga 100 lampu lagi dan tahun depan akan memasang hampir 200 lampu lagi.

Pengalaman lainnya, kedua petani asal Wonogiri yakni Joko Tarsono, petani dari Dusun Mampang, Desa Boto dan Kasmin dari Dusun Pulorejo merasakan manfaat program electrifying agriculture PLN.

Joko memaparkan, dengan memanfaatkan program listrik ke sektor agrikultur ini dia dapat menghemat biaya operasional hingga 60% setiap harinya. Sebelumnya, dia menggunakan genset untuk mengaliri sawahnya dan harus mengeluarkan biaya Rp 102.000 per hari.

Sementara, Kasmin yang tergabung dalam kelompok Tani Maju Makmur mengungkapkan selain dapat menghemat biaya operasional cukup besar, dia juga bisa meningkatkan produktivitas sawahnya.

Dia membandingkan  sebelum dan sesudah memakai listrik PLN untuk  mengaliri sawahnya. Biasanya sehari semalam membutuhkan biaya Rp 170.000 untuk genset. Kini setelah memakai listrik PLN hanya habis Rp 55.000 per hari.

Permintaan listrik juga datang dari sektor agrikultur lainnya, yaitu peternakan. Suharta, pemilik peternakan ayam di Desa Rasau Jaya Dua, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat masih menunggu proses untuk mengikuti program electrifying agriculture.

Dia berminat  mengikuti program ini karena ingin mengembangkan peternakan ayamnya lewat sistem ternak  tertutup (close system). Sistem ini bergantung pada pasokan listrik yang handal.

Kandang ini ibarat hotel bintang 5 untuk ayam karena dilengkapi dengan teknologi blower, cooling pad untuk pendingin, dan pengatur suhu. Kandang close memerlukan listrik untuk menggerakan blower, per-satu blower membutuhkan daya 1.500 VA dan per lantai kandang dibutuhkan minimal 2 blower.

Jika dibandingkan dengan sistem kandang tertutup yang kira-kira bisa menampung 5.000 ekor ayam, sistem kandang tertutup bisa menampung berkali-kali lipat ayam.

Dalam satu kandang tertutup tingkat dua, satu lantai berkapasitas 12.000 ekor ayam, jika ditotal, satu kandang dapat menampung 24.000 ekor ayam. Selain bisa menghasilkan ayam lebih banyak, lewat sistem ini ayam yang diproduksi diklaim lebih steril.

Kendati begitu, perlu biaya operasional lebih tinggi untuk kandang tertutup, Suharta mengatakan, dengan naiknya produktivitas dan kualitas, biaya lebih yang harus dia keluarkan setimpal.

Cikal bakal electrifying agriculture lahir di Jawa Timur, ketika petani buah naga berhasil memperoleh manfaat efisiensi biaya dan peningkatan produktivitas hasil panennya. Penggunaan listrik ini sudah dimulai sejak tahun 2012, namun baru terpublikasi secara masif sejak tahun 2018 - 2019.

Sejak saat itu, PLN mendukung kemudahan akses listrik di sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan melalui Program Electrifying Agriculture.

Sejatinya, program ini mulai dilaksanakan secara nasional pada 8 Oktober 2020 melalui kegiatan Marketing electrifying agriculture. Untuk pelaksanaan program ini, PLN juga telah melakukan kerjasama dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yakni BRI dan Mandiri untuk penyediaan layanan perbankan berupa pembiayaan bagi pelanggan atau calon pelanggan untuk berpartisipasi dalam program electrifying agriculture.

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara Bob Saril menyampaikan, sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak perekonomian negara, khususnya saat pandemi Covid-19.

"Sampai dengan bulan Juli 2021 dari keempat sektor agrikultur, terdapat 138.315 pelanggan yang termasuk dalam program electrifying agriculture," jelasnya.

Perinciannya, di sektor perkebunan sebanyak 2.337 pelanggan, pertanian 84.196 pelanggan, peternakan 28.999 pelanggan, dan perikanan 22.783 pelanggan.

Lebih lanjut, Bob menjelaskan, PLN sudah menggulirkan dana untuk program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), khususnya untuk program electrifying agriculture di 2020 senilai Rp 1 miliar yang disebar untuk 11 program.

"Di tahun ini kami kembali mengalokasikan dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) sebesar Rp 4,84 miliar untuk mendukung program tersebut di 52 lokasi se-Indonesia," kata Bob.

Ke depannya, program electrifying agriculture ini akan semakin digenjot oleh PLN. Bob menjelaskan, Indonesia mempunyai lahan tidur berupa rawa seluas 32,6 juta hektare. Dari jumlah tersebut, lahan rawa produktif yang dapat dimanfaatkan seluas 19 juta hektare.

Program optimasi lahan rawa bertujuan pula meningkatkan Indeks Pertanaman (IP). Serta untuk luas lahan kering di Indonesia diperkirakan mencapai 60,7 juta hektare. Lahan kering ini cocok  dijadikan sawah tadah hujan, perkebunan jagung, dan kedelai. "Itu yang menjadi potensi lebih lanjut untuk dibidik dalam program Electrifying Agriculture," tegasnya.

Jadi, tidak harus lahan yang saat ini menggunakan bahan bakar diesel saja, tetapi lahan yang tadinya masih pertanian tradisional dapat juga masuk dalam program electrifying agriculture untuk peningkatan hasil pertaniannya.

Manfaatkan UV untuk Hidroponik

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan pihaknya juga sudah melihat inovasi PLN dalam memanfaatkan sinar lampu ultraviolet (UV) untuk meningkatkan produktivitas tanaman hidroponik.

Terobosan teknologi di sektor pertanian ini merupakan hasil kerja sama dengan Pusat Pelatihan Pertanian & Pedesaan Swadaya (P4S) Buana Lestari di Wisata Edukasi Tani Terpadu (WETT) Betet, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

"Langkah pemanfaatan lampu UV ini bisa digunakan sebagai cara meningkatkan penjualan kWh listrik. Ini salah satu bukti bahwa penjualan listrik yang dilakukan PLN tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif semata. Kami mengapresiasi terobosan ini," kata Agung, kemarin.

Pemanfaatan listrik dalam menggenjot produktivitas ekonomi, sambung Agung, sejalan dengan upaya pemerintah meningkatkan ketersediaan pasokan listrik bagi masyarakat dan wilayah yang perekonomiannya sedang tumbuh.

"Sesuai komitmen Pemerintah bahwa adanya ketersediaan listrik di masyarakat harus mampu meningkatkan kehidupan masyarakat yang lebih baik," jelasnya.

Sebagai gambaran, untuk skala kecil rumah tangga 40 lubang, investasi yang dikeluarkan untuk starter kit hidroponik dengan sinar lampu UV sekitar Rp 1,8 juta dengan biaya operasional setiap kali tanam hanya sebesar Rp 100 ribu. Berat hasil panen untuk setiap lubang berkisar di angka 200-250 gram.

Artinya, untuk 40 lubang pelaku hidroponik dengan sinar lampu UV dapat memperoleh hasil kurang lebih 10 kg dalam satu kali panen. Jika dikalkulasikan dengan harga per kg nya dipasaran mencapai Rp 25.000, pelaku hidroponik bisa omzet Rp 250.000.

Dalam 1 tahun, dengan memanfaatkan sinar lampu UV, pelaku hidroponik dapat melakukan 9-12 kali masa tanam, berbanding lurus dengan frekuensi masa panen. Itu artinya omzet yang didapatkan dapat mencapai jutaan rupiah. Hal ini berbeda dengan sistem hidroponik biasa yang masa tanamnya berkisar antara 6-9 kali dengan sistem rotari.

Sementara untuk skala hobi dan industri, sistem hidroponik dengan sinar lampu UV ini juga tidak kalah menjanjikan. Sebut saja untuk skala hobi 200 lubang, investasi yang dikeluarkan untuk starter kit Rp 7,5 juta dengan biaya operasional setiap kali tanam Rp 465.000. Dari skala ini, pelaku hidroponik dapat menghasilkan 50 kg tanaman hidroponik dalam satu kali masa panen atau sekitar Rp 1.250.000.

Jika diakumulasikan dalam 1 tahun, pendapatan tersebut sudah bisa menutup biaya investasi yang telah dikeluarkan di awal. Sama halnya dengan skala industri, investasi yang diperlukan meliputi starter kit hidroponik NFT 2000 lubang dengan sinar lampu UV dan juga Green House berukuran 8x20 meter. Biaya yang dikeluarkan oleh pelaku hidroponik dalam investasi ini juga akan berbanding lurus dengan hasil panen yang didapatkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×