Reporter: Arfyana Citra Rahayu, Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara Bob Saril menyampaikan, sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak perekonomian negara, khususnya saat pandemi Covid-19.
"Sampai dengan bulan Juli 2021 dari keempat sektor agrikultur, terdapat 138.315 pelanggan yang termasuk dalam program electrifying agriculture," jelasnya.
Perinciannya, di sektor perkebunan sebanyak 2.337 pelanggan, pertanian 84.196 pelanggan, peternakan 28.999 pelanggan, dan perikanan 22.783 pelanggan.
Lebih lanjut, Bob menjelaskan, PLN sudah menggulirkan dana untuk program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), khususnya untuk program electrifying agriculture di 2020 senilai Rp 1 miliar yang disebar untuk 11 program.
"Di tahun ini kami kembali mengalokasikan dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) sebesar Rp 4,84 miliar untuk mendukung program tersebut di 52 lokasi se-Indonesia," kata Bob.
Ke depannya, program electrifying agriculture ini akan semakin digenjot oleh PLN. Bob menjelaskan, Indonesia mempunyai lahan tidur berupa rawa seluas 32,6 juta hektare. Dari jumlah tersebut, lahan rawa produktif yang dapat dimanfaatkan seluas 19 juta hektare.
Program optimasi lahan rawa bertujuan pula meningkatkan Indeks Pertanaman (IP). Serta untuk luas lahan kering di Indonesia diperkirakan mencapai 60,7 juta hektare. Lahan kering ini cocokĀ dijadikan sawah tadah hujan, perkebunan jagung, dan kedelai. "Itu yang menjadi potensi lebih lanjut untuk dibidik dalam program Electrifying Agriculture," tegasnya.
Jadi, tidak harus lahan yang saat ini menggunakan bahan bakar diesel saja, tetapi lahan yang tadinya masih pertanian tradisional dapat juga masuk dalam program electrifying agriculture untuk peningkatan hasil pertaniannya.
Manfaatkan UV untuk Hidroponik
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan pihaknya juga sudah melihat inovasi PLN dalam memanfaatkan sinar lampu ultraviolet (UV) untuk meningkatkan produktivitas tanaman hidroponik.
Terobosan teknologi di sektor pertanian ini merupakan hasil kerja sama dengan Pusat Pelatihan Pertanian & Pedesaan Swadaya (P4S) Buana Lestari di Wisata Edukasi Tani Terpadu (WETT) Betet, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
"Langkah pemanfaatan lampu UV ini bisa digunakan sebagai cara meningkatkan penjualan kWh listrik. Ini salah satu bukti bahwa penjualan listrik yang dilakukan PLN tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif semata. Kami mengapresiasi terobosan ini," kata Agung, kemarin.
Pemanfaatan listrik dalam menggenjot produktivitas ekonomi, sambung Agung, sejalan dengan upaya pemerintah meningkatkan ketersediaan pasokan listrik bagi masyarakat dan wilayah yang perekonomiannya sedang tumbuh.
"Sesuai komitmen Pemerintah bahwa adanya ketersediaan listrik di masyarakat harus mampu meningkatkan kehidupan masyarakat yang lebih baik," jelasnya.
Sebagai gambaran, untuk skala kecil rumah tangga 40 lubang, investasi yang dikeluarkan untuk starter kit hidroponik dengan sinar lampu UV sekitar Rp 1,8 juta dengan biaya operasional setiap kali tanam hanya sebesar Rp 100 ribu. Berat hasil panen untuk setiap lubang berkisar di angka 200-250 gram.
Artinya, untuk 40 lubang pelaku hidroponik dengan sinar lampu UV dapat memperoleh hasil kurang lebih 10 kg dalam satu kali panen. Jika dikalkulasikan dengan harga per kg nya dipasaran mencapai Rp 25.000, pelaku hidroponik bisa omzet Rp 250.000.
Dalam 1 tahun, dengan memanfaatkan sinar lampu UV, pelaku hidroponik dapat melakukan 9-12 kali masa tanam, berbanding lurus dengan frekuensi masa panen. Itu artinya omzet yang didapatkan dapat mencapai jutaan rupiah. Hal ini berbeda dengan sistem hidroponik biasa yang masa tanamnya berkisar antara 6-9 kali dengan sistem rotari.
Sementara untuk skala hobi dan industri, sistem hidroponik dengan sinar lampu UV ini juga tidak kalah menjanjikan. Sebut saja untuk skala hobi 200 lubang, investasi yang dikeluarkan untuk starter kit Rp 7,5 juta dengan biaya operasional setiap kali tanam Rp 465.000. Dari skala ini, pelaku hidroponik dapat menghasilkan 50 kg tanaman hidroponik dalam satu kali masa panen atau sekitar Rp 1.250.000.
Jika diakumulasikan dalam 1 tahun, pendapatan tersebut sudah bisa menutup biaya investasi yang telah dikeluarkan di awal. Sama halnya dengan skala industri, investasi yang diperlukan meliputi starter kit hidroponik NFT 2000 lubang dengan sinar lampu UV dan juga Green House berukuran 8x20 meter. Biaya yang dikeluarkan oleh pelaku hidroponik dalam investasi ini juga akan berbanding lurus dengan hasil panen yang didapatkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News