Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Penurunan harga minyak dunia ke level di bawah US$ 50 per barel berpengaruh positif bagi industri ban. Saat harga minyak dunia turun, biaya produksi ban, termasuk harga bahan baku karet dan poliester ikut turun.
Catharina Widjaja, Direktur Corporate Communication and Investor Relations PT Gajah Tunggal Tbk bilang, penurunan harga minyak adalah kabar baik bagi perusahaan mereka. "Margin kami naik dari 17,1% di semester I-2014 menjadi 18,4% di semester I-2015," kata Catharina kepada KONTAN, Kamis (13/8).
Merujuk laporan keuangan, emiten berkode saham GJTL ini, biaya bahan baku produksi mereka turun 18% menjadi Rp 3,1 triliun ketimbang biaya produksi periode sama tahun lalu Rp 3,8 triliun. Meski biaya produksi turun, GJTL tidak menurunkan harga jual ban dengan alasan penurunan biaya produksi tidak signifikan.
Keputusan serupa juga ditempuh oleh manajemen produsen ban PT Multistrada Arah Sarana Tbk. "Biaya produksi turun, tapi tak signifikan. Makanya kami tidak serta merta menurunkan harga," kata Uthan A Sadikin, Direktur Pemasaran dan Penjualan Multistrada Arah Sarana.
Uthan bilang, penurunan harga minyak tak sekadar menjadi kabar baik, tetapi juga menjadi kabar buruk mereka. Sebab, saat harga minyak dunia turun, ekspor emiten berkode saham MASA ini juga ikut turun.
Sebab, mayoritas pangsa pasar ekspor MASA merambah pasar penghasil minyak di Timur Tengah. "Permintaan ban kami di kawasan Timur Tengah turun signifikan," kata Uthan saat dihubungi KONTAN, Kamis (13/8).
Sekadar gambaran, dalam laporan keuangan MASA, biaya produksi dari pos pengeluaran bahan baku di semester I-2015 turun 14% menjadi US$ 69,8 juta, ketimbang pengeluaran untuk pos bahan baku pada periode yang sama tahun 2014 lalu yang tercatat senilai US$ 92,8 juta.
Sementara penjualan MASA pada semester I-2015 turun 11,65% menjadi US$ 132,57 juta. Adapun kinerja ekspor berkontribusi sebesar US$ 95,11 juta atau 71,74% dari total penjualan. Sisa penjualan lainnya berasal dari penjualan domestik senilai US$ 37,46 juta atau 28,26%.
Sampai dengan akhir tahun ini, Uthan memproyeksikan penjualan mereka akan mengalami penyusutan. "Dengan realitas pasar seperti ini, kemungkinan penjualan kami tahun ini turun 10% - 15%," tandas Uthan.
Berbeda dengan GJTL yang masih optimistis bisa mencetak pertumbuhan penjualan 5%-8% tahun ini. Akan tetapi, sampai dengan Juni 2015, penjualan GJTL turun 5,64% menjadi Rp 6,19 triliun. Untuk penjualan GJTL pada periode yang sama tahun lalu tercatat senilai Rp 6,56 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News