Reporter: Nurmayanti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Gempuran produk impor terhadap produk lokal tak kunjung berhenti. Kali ini, produsen seng baja yang mengeluhkan pasar mereka kian tergerus terlibas produk impor. Buktinya, pada 2008 produk seng baja impor menguasai 36% pasar domestik dari total penjualan sebesar 780.000 ton.
Usut punya usut, sebagian besar produk impor itu berasal dari China. Bahkan, banyak di antara produk seng baja itu yang tak berstandar. Akibatnya, sudah pasti yang merugi tak hanya produsen tetapi juga konsumen.
Produk impor marak masuk sejak kuartal pertama di 2008. Pengusaha sudah memperkirakan hal ini sejak awal 2008. Itu terkait kebijakan China memberikan insentif berupa pemangkasan pajak ekspor yang bertujuan menumbuhkan ekspor produk hilir baja mereka. "Kami sudah mulai merasa berat sejak kuartal pertama. Pasar sudah mulai turun," kata Ketua Umum Gabungan Pabrik Seng Indonesia (Gapsi) Ruddy Syamsuddin, akhir pekan lalu.
Sejak 2008, China memutuskan memberi insentif antara lain kepada produk baja lembaran seng, pelat timah, profil, dan pipa las. Di subsektor batangan seperti steel cord, pegas, spiral, kawat, paku, mur, baut, dan besi beton.
Kebijakan itu makin mempermudah produk China masuk ke Indonesia. Sebab, harganya menjadi lebih murah dari produk lokal. Sementara di dalam negeri, produk lokal sulit memberikan harga yang kompetitif. Itu karena bahan baku seng terutama baja canai dingin atau cold rolled coils (CRC) melonjak signifikan. Tanpa menyebut besaran lonjakan harga, yang pasti produk lokal terimbas pelemahan daya beli. Kondisi makin berat setelah pasar mereka dikuasai produk impor.
Pengusaha menghitung, besarnya penguasaan pasar domestik oleh produk seng baja impor berdasarkan perkiraan impor baja lapis seng dengan tebal di bawah 0,2 milimeter pada 2008 melonjak 40% dibandingkan pada 2007. Jumlahnya hanya berkisar 200.000 ton menjadi 280.000 ton pada tahun lalu. Artinya, impor baja lapis seng pasti setara dengan jumlah impor seng baja.
Berdasarkan data asosiasi, pada 2006 volume impor produk baja lapis seng tercatat 150.000 ton, naik di 2007 menjadi 200.000 ton. Kemudian di 2008 menjadi 280.000 ton dan di tahun ini diperkirakan menjadi 364.000 ton.
Saat ini, agar bisa dapat tetap bertahan, banyak produsen yang berhenti berproduksi dan memilih menjadi pedagang produk seng impor. Alhasil, gairah produsen seng baja di dalam negeri melemah karena mereka yakin tak mampu bersaing dengan produk impor. "Mereka berusaha menyiasati pelemahan daya beli dengan menjadi pedagang sebab lebih mudah," kata Executive Committee Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Agus Salim.
Agus mengakui, pasar Indonesia adalah sasaran empuk mengingat pasarnya bersifat terbuka. Tak heran, China antusias memasukkan produk baja hilirnya seperti seng.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News