Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Perseteruan antara produsen terigu lokal dan produsen terigu asal Turki soal tuduhan dumping yang dilayangkan produsen Indonesia semakin sengit. Kedua belah pihak bersikukuh memiliki argumen dan bukti kuat.
Produsen terigu lokal tetap yakin terigu asal Turki masuk secara dumping alias dijual di bawah harga di pasar Turki. Sementara, produsen Turki menilai tuduhan antidumping Indonesia tak berdasar karena tak ada bukti kuat.
Hal ini terungkap saat Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) menggelar hearing guna mendengarkan penjelasan perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan tuduhan dumping yang dilayangkan produsen asal Indonesia kepada tiga negara, yakni Turki, Australia, dan Srilanka. Acara tersebut digelar di Departemen Perdagangan, Senin malam (19/10).
Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Loppies menegaskan, tuduhan Indonesia memiliki dasar kuat. Sebab, petisi antidumping itu telah didahului penyelidikan internal sebelum diajukan ke pemerintah. “Bukti ada dan disclosure KADI tahap awal pun menemukan indikasi bukti itu,” ujarnya, kemarin.
Berdasar penyelidikan internal Aptindo, Ratna bilang, dampak impor terigu telah menurunkan total penjualan produsen lokal di pasar domestik sebesar 8,7% dan tingkat produksi turun 7,9% pada 2008 lalu. Sebaliknya, pasar terigu impor naik 7,8%. Jika dilihat dari sisi harga, margin dumping terigu Turki mencapai US$ 229 per metrik ton.
Tiga produsen nasional, yakni PT Eastern Pearl FM, PT Sriboga, dan PT Panganmas, telah mengajukan petisi anti ini pada 16 Oktober 2008. KADI pun telah mulai menyelidiki petisi ini pada 17 November 2008.
Dalam pembelaannya, Duta Besar Turki untuk Indonesia Aydin Evirgen menilai, berbagai kriteria yang harus dipenuhi untuk menerapkan pajak antidumping tidak dipenuhi dalam tuduhan dumping Indonesia. Seperti, jenis tepung terigu yang diekspor ke Indonesia adalah tepung terigu untuk mi instan. Ini berbeda dengan jenis tepung terigu yang dijadikan perbandingan di Turki, yaitu tepung terigu untuk pembuatan roti.
Selain itu, mereka menilai PT Bogasari selaku produsen terbesar tak mengalami kerugian apa pun. "Dengan demikian tidak dapat dibuktikan bahwa terjadi kerugian yang diderita oleh 50% industri tepung terigu Indonesia, bahkan industri tepung terigu Indonesia tumbuh dengan baik," tambah Evirgen.
Tapi, Ratna menuding Turki mencari alasan lain setelah mereka tak mampu memberikan bukti dari sisi harga.
Ratna pun meminta dukungan pemerintah. Dia mendesak pemerintah segera menerapkan bea masuk antidumping sementara (BMADS) untuk terigu Turki. "Turki telah menerapkan BAMDS ban dan tekstil asal Indonesia, tapi kenapa pemerintah kita tak berani menerapkan hal serupa kepada Turki untuk terigu?" tandas Ratna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News