Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mendapat penugasan dari Presiden Joko Widodo untuk membentuk satuan tugas (Satgas) Percepatan perlindungan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Penugasan itu diberikan menjelang hari UMKM yang akan jatuh pada 12 Agustus mendatang.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan, maraknya social commerce saat ini merupakan salah satu tantangan terhadap UMKM. Sementara diketahui,
rencana revisi peraturan Menteri Perdagangan yang ditujukan untuk melindungi UMKM belum ada perkembangan.
“Pembentukan Satgas ini merupakan amanat dari Presiden untuk memberikan perlindungan terhadap UMKM dari ancaman platform social commerce. Project S TikTok yang merupakan penggabungan sosial media dan platform belanja online dapat mengancam kelangsungan dan pertumbuhan ekonomi UMKM di Indonesia,” kata Budi Ari dalam keterangannya, Kamis (20/7)
Project S merupakan sebuah langkah besar Tiktok mengembangkan fitur belanja online yang akan menjual barang-barang laris manis di aplikasinya. Barang-barang tersebut nantinya akan diproduksi sendiri oleh Grup Tiktok di China.
Baca Juga: Sikapi S-Commerce, Menkominfo: Lindungi Konsumen dan Kreativitas
Project itu sudah dimulai di Inggris dengan diluncurkanya fitur belanja dengan nama Trendy Beat di Tiktok. Fitur itu menjual barang-barang yang terbukti populer di platformnya.
Menurut laporan Financial Times baru-baru ini, semua barang yang diiklankan di Trendy Beat dikirim dari China dan diproduksi oleh perusahaan yang listing di Singapura. Menurut pengajuan di bursa, perusahaan tersebut rupanya dimiliki oleh induk Tiktok, ByteDance.
Di Indonesia, proyek tersebut belum dijalankan. Saat ini baru tersedia fitur Tiktok Shop yang memungkinan para pelaku UMKM menjajakan produknya.
Namun, rencana investansi besar-besaran Tiktok di Indonesia membuat banyak pihak mengkhawatirkan project S bisa diterapkan di Indonesia. Melalui Project tersebut, Tiktok diduga akan menggunakan data mengenai produk yang laris di suatu negara untuk kemudian diproduksi di China.
Secara jujur, Budi Arie mengakui bahwa tidak mudah untuk mengatasi potensi permasalahan yang muncul dari kemajuan teknologi. Sehingga menurutnya diperlukan cara berpkir baru untuk mencari solusinya.
“Terus terang memang kemajuan teknologi ini memerlukan cara berpikir baru untuk mengatasinya. Bukan hanya Kominfo yang mengurusi ini, tetapi juga antar instansi yang in-charge untuk hal-hal seperti ini,” ungkap Budi Arie.
Ia bilang, Satgas yang akan dibentuk ini akan melibatkan kementerian dan instansi terkait dalam merumuskan kebijakan bersama. Itu sebabnya, Kementerian Kominfo akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, dan lembaga lain.
Menurut Budi Arie, sinergi kementerian dan lembaga diperlukan agar menemukan solusi yang tepat karena pengawasan social ecommerce tidak hanya ada di Kementeria Kominfo.
Untuk pengawasan platform media sosial ada pada Kementerian Kominfo, sedangan pengawasan social commerce ada pada lembaga lain, terutama Kementerian Perdagangan. Sebab social commerce tersebu akan terkait dengan kebijakan impor. "Nanti, mungkin di dalam Satgas itu akan kita rumuskan bersama,” ujar Budi Arie.
Baca Juga: Tiktok Berencana Investasi Besar di Indonesia, DPR Soroti Project S
Menurut Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Eddy Junarsin, mandeknya revisi peraturan menteri perdagangan no 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik akan membawa pukulan bagi pelaku UMKM di tengah perkembangan social commerce.
Ia mengibaratkan, saat ini UMKM disuruh pergi perang tapi tidak dikasih senjata. Jika tidak ada perubahan maka UMKM akan kalah saing dari produk-produk impor.
Edy memandang, pemerintah perlu melakukan pembatasan transaksi melalui social commerce atau perdagangan elektronik media sosial seperti TikTok Shop hanya untuk produk-produk dengan harga tertentu. Misalnya ditetapkan harga per produk mininal sebesar US$ 100.
"Dengan begitu produk-produk yang bisa diperjualbelikan oleh platform media sosial hanya produksi dalam negeri atau didominasi oleh produk UMKM," kata dia, Jumat (21/7).
Selain dengan regulasi, menurutnya, pemerintah juga wajib memberikan bantuan teknis kepada pelaku UMKM, seperti memperbanyak pelatihan, bantuan manajemen, pinjaman kredit lunak, dan lain sebagainya. Hal itu, akan lebih bermanfaat untuk memperkuat daya saing UMKM terhadap produk-produk impor.
Revisi Permendag 50/2020 sebelumnya direncanakan mengatur ulang sejumlah ketentuan, salah satunya mengenai predatory pricing yang diduga banyak dilakukan oleh platform e-commerce asing yang juga melakukan praktik cross border.
"Predatory pricing itu bisa membunuh produk dalam negeri dan UMKM. Dan itu sudah tidak masuk akal. Di mana ada kekuatan ekonomi besar yang bakar uang yang membunuh UMKM,” ujar Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, belum lama ini.
Menurut KemenKop UKM, revisi Permendag 50/2020 akan melindungi industri dalam negeri, termasuk e-commerce lokal, UMKM, dan konsumen. Dengan revisi ini harga produk impor dipastikan tak akan memukul harga milik UMKM.
"Permendag ini diperlukan sebagai langkah awal untuk mengatur model bisnis social commerce, sebelum diterbitkan aturan yang lebih detail." pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News