kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.690.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.300   35,00   0,21%
  • IDX 6.636   18,15   0,27%
  • KOMPAS100 963   0,22   0,02%
  • LQ45 750   -3,09   -0,41%
  • ISSI 206   1,44   0,70%
  • IDX30 391   -0,88   -0,23%
  • IDXHIDIV20 470   -5,41   -1,14%
  • IDX80 109   -0,01   -0,01%
  • IDXV30 113   0,06   0,05%
  • IDXQ30 128   -0,77   -0,60%

Proyek Gasifikasi Batubara Pengganti LPG Berhadapan dengan Meningkatnya Emisi Karbon


Minggu, 09 Maret 2025 / 16:32 WIB
Proyek Gasifikasi Batubara Pengganti LPG Berhadapan dengan Meningkatnya Emisi Karbon
ILUSTRASI. Direktur dan Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adinegara. Celios menilai DME akan menghambat target transisi energi Indonesia, dan membuka peluang terhadap ketergantungan batubara lebih lanjut.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Target pemerintah di masa kepemimpinan Presiden Prabowo untuk menghidupkan lagi  proyek gasifikasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai substitusi dari Liquefied Petroleum Gas (LPG) berhadapan dengan potensi meningkatnya karbon dari proses gasifikasi.

Hal ini dinilai berlawanan dengan target Indonesia untuk menargetkan Net Zero Emission (NZE) adalah tahun 2060. Atau yang terdekat terkait menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% tanpa syarat (dengan usaha sendiri) dan 41% bersyarat (dengan dukungan internasional yang memadai) pada tahun 2030.

Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, hilirisasi dalam bentuk DME akan menghambat target transisi energi Indonesia, dan justru membuka peluang terhadap ketergantungan batubara lebih lanjut.

"Kenapa? karena batubaranya terus digali dan diproduksi dengan jumlah yang sangat masif. Sementara kan kita ingin ada upaya coal phase down hingga 2040, ini sesuai dengan skenario di G20," ungkap Bhima, Jumat (07/03).

Baca Juga: DME sebagai Pengganti LPG: Solusi Energi atau Beban Fiskal?

Lebih lanjut, proyek DME menurut Bhima juga harus mempertimbangkan bentuk tambang batubara di Indonesia yang mayoritas menggunakan skema open pit atau penambangan terbuka.

Untuk diketahui, open pit merupakan salah satu teknik penambangan paling banyak digunakan. Dengan ciri khas proses penambangan dilakukan di permukaan untuk mengekstraksi batuan atau mineral dari bumi dari lubang terbuka besar. 

"Sementara bentuk tambang dari batubara Indonesia ini mayoritas kan open pit bukan close pit, tidak seperti di luar negeri," tambahnya

Skema open pit menurutnya akan membuat penangkapan gas menjadi tidak maksimal. Jika dibandingkan dengan skema close pit.

"Kalau close bisa ditangkap gasnya. Jadi spesifikasi tambang kita juga berbeda untuk mendukung proyek ini," katanya.

Adapun, pengamat energi dari Energy Shift Institute, Putra Adhiguna mengatakan hal yang sama. Menurutnya, peningkatan emisi akibat proyek DME tidak dapat dihindarkan.

Pemerintah menurutnya, bisa saja menggunakan skema Carbon Capture and Storage (CCS) atau skema penangkapan dan penyimpanan karbon. Namun mengingat proyek DME sendiri membutuhkan modal yang banyak, menambah CCS di 'buntut' proyek akan semakin meningkatkan pengeluaran pemerintah.

"Proses gasifikasi akan menghasilkan emisi besar, tanpa carbon capture. Dan untuk proyek yang sudah mahal, saya rasa menambah CCS rasanya tidak akan terjadi," kata Putra saat dihubungi, Minggu (09/03).

Lebih detail, Putra menyebut dibandingkan DME, jika pemerintah ingin mencari substitusi LPG, pemaksimalan penggunaan listrik serta ekspansi Jaringan Gas (Jargas) untuk rumah tangga.

"Betul, memang ada kebutuhan penggantian LPG, namun jalur lain seperti kompor listrik dan Jargas juga harus benar-benar diperkuat," tambahnya.

Sebagai tambahan, dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) memproyeksikan, DME untuk dapat menggantikan 12% dari total konsumsi LPG mulai dari tahun 2025 sampai dengan 2030, atau bertahap dari 10,5 juta SBM di 2025 hingga 13,4 juta SBM di 2030.

Dan berdasarkan riset yang dilakukan oleh Joint Research Center European Comission (JRC EC), proses produksi DME dari batubara menghasilkan emisi sebesar 153 kg CO2/SBM dan proses pembakaran DME menghasilkan emisi sebesar 412 kg CO2/SBM.

Emisi pembakaran DME tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan emisi pembakaran LPG 386 kg CO2/SBM.

Melansir laporan Low Carbon Development Indonesia (LCDI), dengan proyeksi pasokan dan utilisasi DME berdasarkan RUEN, setidaknya terdapat potensi peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 1,9 juta ton CO2 di tahun 2025 dan 2,4 juta ton CO2 di tahun 2030 dibandingkan dengan utilisasi LPG.

Baca Juga: Proyek DME Menggerus Pemasukan Negara

Selanjutnya: Waspada Likuiditas Mengetat, Imbas Utang Jumbo Pemerintah

Menarik Dibaca: 14 Ramuan untuk Menurunkan Kolesterol Tinggi secara Alami

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×