Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Yudho Winarto
KATA orang bijak, membuat perencanaan berarti sudah setengah jalan untuk mencapai keberhasilan. Ada pula ungkapan, pekerjaan yang tanpa perencanaan sama saja dengan merencanakan kegagalan.
Omong-omong perencanaan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah lama memberikan restu kepada PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara terkait perpanjangan ekspor tembaga olahan tanpa pemurnian alias konsentrat. Namun, rekomendasi izin tersebut menafikan satu syarat dari perusahaan, yakni pelaporan rencana tahapan pembangunan pabrik pemurnian (smelter) untuk enam bulan ke depan.
Freeport memperoleh perpanjangan izin ekspor sejak 25 Januari silam sampai 25 Juli depan. Sementara, kegiatan ekspor Newmont dibuka sejak 18 Maret lalu dan berlaku enam bulan ke depan.
Meskipun berbeda perusahaan, namun kedua tambang raksasa ini sama-sama akan menyuplai konsentrat ke smelter yang akan dibangun Freeport bersama Mitsubishi Corporation di Gresik, Jawa Timur dengan kapasitas 2 juta ton per tahun. Tapi, pabrik yang digadang-gadang akan menghabiskan biaya US$ 2,3 miliar sampai kini masih abu-abu.
Parahnya, meskipun kegiatan ekspor sudah berjalan lebih dari tiga bulan, namun rencana pembangunan smelter untuk enam bulan ke depan masih belum dilaporkan. Baik menyoal target pencapaian tahapan pembangunan maupun nilai investasi yang akan dikeluarkan, semuanya masih belum jelas.
R Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, pemerintah memberikan izin ekspor kepada Freeport dengan jaminan perusahaan tersebut akan segera melaporkan rencananya paling lambat April 2015. Freeport diminta memberikan rencana smelter tembaga yang akan dibangun bersama partner baru yaitu Mitsubishi dari sebelumnya Outotec.
Alih-alih menagih janji perusahaan, pemerintah justru malah menanti hingga habisnya izin ekspor pada 25 Juli depan. "Belum ada laporan sampai sekarang, Freeport memang anak bandel," kata Sukhyar di kantornya, Kamis (30/4) lalu.
Sejatinya, syarat perencanaan pembangunan smelter termaktub dalam Pasal 13 ayat b Peraturan Menteri ESDM Nomor 11/2014 menyoal tata cara dan persyaratan untuk mendapatkan rekomendasi ekspor.
Daisy Primayanti, Juru Bicara Freeport Indonesia menampik tuduhan bahwa perusahaannya belum mengajukan rencana pembangunan smelter. "Kami sebetulnya sudah mengajukan rencana rincin untuk pembangunan smelter sejak Desember 2014 lalu," jelas dia dalam pesan singkat belum lama ini.
Namun, ketika dicecar apa saja tahapan yang akan dilakukan Freeport hingga Juli depan, pesan singkat tak kunjung dibalas Yang jelas, Daisy bilang, komunikasi perusahaannya dengan ESDM terkait program pembangunan smelter di Gresik masih terbilang lancar.
Menanggapi pengakuan Freeport tersebut, Kementerian ESDM menegaskan sampai sekarang belum ada laporan terkait rencana pembangunan smelter. "Belum ada, itu kebohongan publik itu, mereka janjinya kan akan dilaporkan tiga bulan sejak 24 Januari," kata Sukhyar.
Padahal, sebelumnya Sukhyar sempat melontarkan ancaman bagi Freeport untuk mencabut rekomendasi manakala hingga tiga bulan pasca perpanjangan izin ekspor atau tepatnya pada 25 April 2015 belum ada laporan rencana pembangunan smelter.
Kemudian, apabila kita menghitung mundur kewajiban pemurnian mineral di dalam negeri yang berlaku 12 Januari 2017, maka waktu tersisa kurang dari dua tahun.
Dengan melihat kondisi sekarang, tinggal menanti smelter Freeport di Gresik bisa rampung sebelum batas akhir kewajiban, ataukah kebijakan Permen ESDM Nomor 1/2014 terkait batas waktu yang akan berubah tergantung dengan perkembangan pembangunan pabrik logam tembaga tersebut. Maklum, kalau kebijakan ini diterapkan alamat Freeport tak bisa ekspor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News