Reporter: Dani Prasetya | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Kementerian Pekerjaan Umum siap membantu kekurangan lahan yang dibutuhkan perusahaan Cheetham Salt Ltd. untuk pembangunan pabrik dan pelabuhan di Kabupaten Nagekeo Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Mereka kurang 293 hektare. Nanti kita lihat di peta bisa mengambil dari area bagian mana," ungkap Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum Moch. Amron, Rabu (3/8).
Secara keseluruhan perusahaan garam asal Australia itu membutuhkan lahan seluas 1050 hektare untuk area pabrik dan pelabuhan. Lahan seluas 757 hektare sudah dikantongi izin penggunaannya. Namun, sisanya masih memerlukan bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum lantaran wilayah kebutuhan Cheetham Salt Ltd yang masuk area pembangunan irigasi.
Sebagai informasi, Kementerian Pekerjaan Umum masih menyelesaikan sisa pembangunan irigasi seluas 1.600 hektare sejak 2010. Proyek senilai Rp 60 miliar itu merupakan lanjutan pembangunan irigasi seluas 5.000 hektare yang telah dilaksanakan sejak 1953.
Sebelumnya, lahan seluas 757 hektare itu masuk area pembangunan irigasi, tapi lantaran statusnya yang disebut tanah adat maka akhirnya Kementerian Pekerjaan Umum urung menggunakan lahan itu. Lagipula, sekitar 300 hektare merupakan lahan pasang surut dan 457 hektare merupakan bekas lahan garap garam Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi zaman dulu. "Makanya besok (Kamis, 4 Agustus 2011) akan dibicarakan lahan mana yang bisa dipakai. Supaya irigasi tetap berjalan," ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi NTT Frans Salem yang ditemui terpisah mengutarakan, area yang dipilih Cheetham Salt Ltd. sebagai tempat investasi itu memiliki potensi garam yang jauh lebih baik ketimbang Australia. "Sehingga sangat pas untuk usaha garam," ujarnya.
Hanya saja, sampai saat ini Cheetham kekurangan lahan yang masuk wilayah kerja Kementerian Pekerjaan Umum itu. Oleh karena itu, rencananya perwakilan pemerintah daerah (pemda) bersama investor bakal mempresentasikan kebutuhan lahan untuk pembangunan pabrik dan pelabuhan itu pada Kementerian Pekerjaan Umum.
Pemda sendiri menginginkan NTT dapat menjadi sentra garam nasional. Sehingga perusahaan asing pertama yang masuk ke wilayah itu mendapatkan dukungan penuh untuk berinvestasi. Sayangnya, dia belum berani menyebutkan keinginan pemda dalam perusahaan itu. "Kita belum bicara apa kita bisa share saham di perusahaan itu atau tidak. Ini masih harus dibahas lebih lanjut," paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News