Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pupuk Indonesia menargetkan mampu meminimalisasi emisi karbon hingga lebih dari 2 juta ton di tahun ini.
Jamsaton Nababan selaku Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha Pupuk Indonesia mengatakan di tahun 2023 pihaknya telah berhasil mengurangi emisi karbon sebesar 1,9 juta ton.
"Untuk 2023 itu kan 1,9 juta ton. Jadi di tahun 2030 kita targetkan 3,4 juta ton, sehingga 2060 udah nol. Sebenarnya di 2024 kan belum (perhitungan), mungkin sekitar 2 jutaaan (juta ton pengurangan emisi karbon," ungkap Jamsaton saat ditemui Kontan dalam acara Green Economy Expo yang dilaksanakan di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (04/07).
Adapun, Jamsaton mengatakan pihaknya juga menaruh perhatian pada penerapan kebijakan antikarbon atau Carbon Border Adjusment Mechanism (CBAM).
"Memang implementasinya (CBAM) kan belum secara global. Tapi kita kan mau bisnis kita tidak berhenti, kita bisa tetap berkembang sampai kapanpun. Untuk mengantisipasi itu, terkait kemungkinan boikot dari luar negeri karena, kita mulai merencanakan mengurangi emisi CO2 nya dari pengelolaan pabrik kita," ungkapnya.
Baca Juga: Pupuk Indonesia Mulai Antisipasi Dampak Penerapan Anti Karbon Eropa
Ia pun mengakui bahwa produk pupuk memang dalam produksinya menghasilkan karbon atau CO2. Namun hasil karbon ini masih bisa digunakan untuk industri lain.
"Memang dalam produksi kita menghasilkan pupuk itu ada merilis CO2. Tapi kita sudah mulai masuk, bagaimana CO2 itu kita tangkap untuk menjadi produk baru. Contohnya Soda Ash yang digunakan untuk pembuatan kaca," katanya.
"Jadi CO2-nya kita serap kemudian kita buat jadi bahan baku baru menghasilkan Soda Ash," ungkap Jamsaton.
Adapun, untuk mengurangi karbon jangka panjang, pihaknya saat ini juga tengah mencoba untuk melakukan elektrolisa air sehingga terpisah dengan unsur hidrogennya.
"Yang kedua, kita kedepan mencoba elektrolisa air. Airnya ini dipisahkan, menjadi hidrogen yang perlu untuk amonia dan urea, jadi tidak perlu lagi menggunakan gas untuk pembuatan pupuk. Tidak ada emisi CO2nya, tapi itu yang kita lakukan jangka panjang," tutupnya.
Adapun, penjajakan pemanfaatan hidrogen dan amonia tercatat sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) tengah menyiapkan regulasi mengenai insentif dan keringanan pajak yang dibutuhkan para pengembang untuk mempercepat pengembangan hidrogen hijau di tanah Air.
Dimana, kebijakan tersebut nantinya tercantum dalam RUU EBET yang saat ini masih dalam tahap evaluasi. Dalam regulasi hidrogen tersebut juga terdapat standar yang mengatur tax holiday, tax allowance, pajak, dan dasar regulasi perdagangan karbon.
Baca Juga: Asosiasi Produsen Pupuk Minta Toleransi Kelebihan Muat Terkait ODOL
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News