Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) berkomitmen mengedepankan prinsip Environment, Social and Governance (ESG) dalam aktivitas bisnis perusahaan. Itu diwujudkan melalui berbagai program perbaikan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.
Salah satunya menghadirkan inovasi olahan limbah cangkang rajungan menjadi pupuk Kitosan cair dengan konsep pemberdayaan berkelanjutan. Inovasi ini dimulai sejak 2018
dengan membentuk Kelompok Cangkang Salona di kawasan pesisir Selambai Kelurahan Loktuan, Bontang. Kelompok ini memberdayakan ibu rumah tangga hingga pemuda setempat melakukan pemilahan cangkang kepiting dan rajungan sebelum diolah menjadi kitosan cair.
Direktur Utama Pupuk Kaltim Rahmad Pribadi mengungkapkan, program inovasi kitosan cair berawal dari cukup tingginya produksi limbah hasil laut di kawasan pesisir Kota Bontang. Masyarakat setempat yang berprofesi sebagai nelayan tangkap hanya menjual hasil pemilahan rajungan dengan sisa cangkang yang terbuang begitu saja.
Penumpukan limbah pun didasari pola pikir tradisonal yang beranggapan bahwa membuang limbah cangkang ke laut dapat mengurai bahan tersebut secara alami. Kenyataannya, hal itu justru menimbulkan sedimentasi hingga menyebabkan kenaikan volume air dan pendangkalan dasar laut.
Melihat kondisi ini, Pupuk Kaltim mengambil peran merubah pola pikir masyarakat dengan menggencarkan edukasi untuk mendorong kesadaran bersama agar mengelola limbah dengan lebih bertanggung jawab.
"Sesuai dengan komitmen ESG, Pupuk Kaltim pun berupaya merubah pola pikir masyarakat agar lebih bertanggung jawab dalam mengelola limbah, serta tidak membuang sisa hasil tangkapan kembali ke laut," kata Rahmad Pribadi dalam keterangan resminya, Senin (10/7).
Menurutnya, salah satu penyebab kentalnya budaya membuang limbah ke laut karena pengelolaan sulit dan tidak adanya potensi pengembangan produk lain dari hasil buangan tersebut.
Menyadari itu, Pupuk Kaltim melakukan teroboasan melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) dengan memanfaatkan limbah kepiting dan rajungan yang setiap hari bertumpuk untuk dibuang.
Kelompok binaan yang awalnya beranggotakan 10 orang itu setiap harimengumpulkan bahan baku dari limbah cangkang rajungan yang tidak terpakai oleh pengepul di sekitar kawasan Selambai.
Secara bertahap Pupuk Kaltim memberikan pendampingan dan pembekalan keterampilan bagi anggota kelompok dalam mengelola limbah kepiting dan rajungan untuk selanjutnya diolah menjadi produk kitosan.
Guna memaksimalkan program, Pupuk Kaltim pun menyiapkan infrastruktur pengolah yang mulai berproduksi sejak 2021. Dalam satu bulan, rumah produksi ini mampu mengolah 150 Kg limbah rajungan dengan hasil rata-rata 60 Kg berbentuk kitin. Dari total tersebut dihasilkan sekira 40 liter kitosan.
Produk ini juga sudah mendapat paten berupa penambahan asam asetat (CH3COOH) sebagai pelarut kitosan menjadi pupuk cair, serta izin UKL-UPL dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bontang untuk aktivitas produksi.
Pupuk Kaltim pun melibatkan berbagai pihak pada proses pengujian efektivitas kitosan, seperti Laboratorium Pengujian Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (LP-PBBI) dan Universitas Mulawarman Samarinda. "Selain itu Pupuk Kaltim juga melakukan kesinambungan pengujian, untuk memastikan produk memenuhi standar mutu dan efektivitas dalam merangsang pertumbuhan tanaman," lanjut Rahmad.
Hingga kini, kelompok Cangkang Salona telah mereduksi limbah cangkang rajungan hingga 920 Kg. Produk pupuk cair dengan merek dagang Kitosan Salona tersebut juga telah lulus uji kualitas, serta dinilai efektif mendorong produktivitas pertumbuhan tanaman mulai awal pertumbuhan. Termasuk mampu mengurangi intensitas hama dan penyakit.
Program ini juga mengantarkan Pupuk Kaltim meraih Asia Responsible Enterprise Awards (AREA) 2023 untuk kategori Social Empowerment. Perhelatan tersbeut digelar di Phnom Penh Kamboja pada 30 Juni 2023.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News