Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang penerapan bea keluar (BK) atas ekspor batubara dan emas mulai berlaku tahun depan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, aturan teknis terkait bea keluar tersebut sedang dipersiapkan dan akan mempertimbangkan kondisi harga global komoditas.
"Itu kan nanti ada aturan turunannya. Nanti kita akan buat di harga keekonomian berapa di pasar global, baru kita akan kenakan tarif bea keluar. Artinya kalau harganya lagi bagus, boleh dong sharing dengan pendapatan ke negara. Tapi kalau harganya belum ekonomis, ya jangan juga kita susahkan pengusaha," kata Bahlil saat ditemui di kompleks DPR RI, Senin (14/7).
Bahlil menegaskan, pengenaan bea keluar nantinya bersifat fleksibel dan akan diatur dalam Peraturan Menteri ESDM.
Baca Juga: OJK Usulkan Aturan Tarif Asuransi Kendaraan Listrik, Ini Tanggapan Great Eastern
Pengenaan BK ini sejalan dengan rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Penerimaan Komisi XI DPR RI yang mendorong optimalisasi pendapatan negara. Dalam laporan Panja tertanggal 7 Juli 2025, DPR mengusulkan perluasan basis bea keluar terhadap komoditas unggulan seperti batubara dan emas. Targetnya, kebijakan ini mulai berlaku pada 2026.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menambahkan, Kementerian Keuangan akan memimpin dalam pembentukan regulasi utama mengenai bea keluar ini.
“Kementerian Keuangan lah nanti yang ini. Kan baru di-announce kan. Iya bakal diterapin [tahun depan] ” ujar Tri.
Di sisi lain, kalangan pelaku usaha menyuarakan penolakan terhadap rencana tersebut. Indonesian Mining Association (IMA) mengungkapkan penolakan terhadap potensi bea keluar ini.
Menurut Executive Director IMA Hendra Sinadia, sebelum menentukan bea keluar, pemerintah perlu menjelaskan secara rinci mengenai dasar dari penarikan tersebut, bukan hanya beralasan untuk menambah pemasukan bagi negara.
"Kalau kita lihat, bea keluar itu harus melihat dasarnya, misalnya karena memang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri," kata dia saat dihubungi Kontan, Selasa (08/7).
"Kita belum tahu persis dasar pengenaannya apa. Bea keluar ini jadinya beda dengan pajak-pajak yang lain, kami belum dapat informasi ini," tambah Hendra.
Wakil Ketua Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sugeng Suparwoto mengatakan bahwa pengusulan penetapan bea keluar ekspor untuk dua komoditas tambang yaitu batubara dan emas tidak adil jika ditetapkan menggunakan angka atau persentase ekspor yang pasti.
Menurut Sugeng, bea keluar atas batubara dan emas harus memperhitungkan harga kedua komoditas, permintaan di pasar global, serta biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh pelaku industri disektor ini.
"Itulah namanya biaya tambahan, bea keluar ini menurut saya harusnya bisa fleksible," ungkap Sugeng saat ditemui di Jakarta, Selasa (08/7).
Baca Juga: Bitcoin Tembus US$ 123.000, Pasar Optimistis Jelang Pembahasan Regulasi Kripto AS
Selanjutnya: Salah Kaprah Kelas Menengah: 6 Barang yang Dibeli dan Dianggap Aset, Padahal Bukan
Menarik Dibaca: Hubungan Penyakit Asam Urat dengan Penyakit Ginjal, Ini Dia Penjelasannya!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News