kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.314   118,54   1,65%
  • KOMPAS100 1.121   16,95   1,53%
  • LQ45 892   14,50   1,65%
  • ISSI 223   2,40   1,09%
  • IDX30 459   10,01   2,23%
  • IDXHIDIV20 553   13,38   2,48%
  • IDX80 129   1,38   1,09%
  • IDXV30 137   2,73   2,03%
  • IDXQ30 152   3,22   2,16%

Pusat perbelanjaan sudah kembali dibuka, karyawan dan pemilik toko masih sengsara


Jumat, 13 Agustus 2021 / 10:05 WIB
Pusat perbelanjaan sudah kembali dibuka, karyawan dan pemilik toko masih sengsara


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pusat Grosir Cililitan (PGC) Kramat Jati, Jakarta Timur tampak tidak terlalu ramai pada Kamis siang (12/8) setelah kembali beroperasi sejak beberapa waktu lalu. Jumlah pengunjung di dalam gedung bahkan hampir bisa dihitung dengan jari. 

Maklumlah, selain memang jumlah pengunjung gedung yang belum terlalu banyak, sebagian pengunjung yang datang tidak diizinkan memasuki gedung lantaran tidak dapat menunjukkan kartu vaksinasi Covid-19.

Seperti diketahui, pemerintah memang menetapkan kartu vaksinasi Covid-19 sebagai syarat bagi masyarakat yang ingin mengunjungi pusat perbelanjaan di masa uji coba pembukaan mall. Hal ini bertujuan untuk menekan risiko penularan Covid-19 pada masa perpanjangan PPKM hingga 16 Agustus 2021 mendatang.

Seolah mengetahui jumlah pengunjung yang sedikit,  sebagian pertokoan tampak masih tutup di area sudut-sudut pinggir dalam gedung. Toko-toko yang sudah buka  untuk melayani pembeli kebanyakan berada di area-area yang biasanya memang banyak dilalui pengunjung seperti dekat pintu masuk/keluar dan area dekat eskalator.

Baca Juga: Pemerintah masih sempurnakan roadmap hidup berdampingan dengan Covid-19

Kondisi aktivitas pusat perbelanjaan yang belum normal ini berdampak pada para tenant maupun karyawan toko. Ipit (37), karyawan sebuah toko gawai beserta aksesorisnya yang berlokasi di Lantai 3 PGC mengaku tidak berharap banyak dari kegiatan jaga toko yang dijalankannya.

Dari pendapatan yang ia dapat sehari-hari, ia hanya berharap bisa membeli kebutuhan pokok sehari-hari. “Minimal buat beli beraslah,” ujarnya singkat saat diwawancarai Kontan.co.id, Kamis (12/8).

Celetukan Ipit beralasan. Selain dari gaji tetap, sumber penghasilan Ipit juga berasal dari komisi yang ia dapatkan ketika  berhasil mencatatkan transaksi jual beli. Sayangnya, jumlah pengunjung yang ia layani kini tidak sebanyak biasanya.

Kalau dulu ia bisa mencatatkan 5 transaksi jual-beli dalam sehari saat sebelum penerapan PPKM level 4, kini ia merasa bahwa bisa mengempit satu transaksi jual-beli saja sudah syukur alhamdulillah. 

Di sisi lain, nilai transaksi per konsumen alias basket size para pelanggan juga menciut.Dahulu, tokonya bisa mengantongi untung atau laba hingga Rp 100.000 - Rp 200.000 per pelanggan. Kini, laba yang bisa dicatatkan dari  1 pelanggan hanya berkisar Rp 25.000 saja. “Peraturannya banyak, harus pakai vaksin, orang malas ke mall. Kalau bisa jangan terlalu banyak peraturanlah, pusing,” katanya.

Imbas dari kondisi pusat perbelanjaan yang sepi juga dirasakan oleh pemilik toko. Salah satu pemilik toko di Lantai Ground PGC yang menolak disebutkan namanya mengaku kewalahan dalam membayar biaya operasional bulanan. Ia bercerita, pendapatan yang didapat sudah tidak bisa menutupi biaya operasional bulanan tokonya belakangan ini. 

Tidak jarang, ia tidak mencatatkan omset sama sekali dalam sehari di tengah sepinya pengunjung, sementara biaya operasional mulai dari biaya sewa, upah karyawan, dan lain-lain mesti terus dibayar. Walhasil, alih-alih bisa cuan, dirinya justru terpaksa harus nombok untuk memenuhi tagihan biaya operasional.

“Kita enggak tahu sampai kapan bisa bertahan kalau begini terus,” katanya ketika bercakap dengan Kontan.co.id (12/8).

Nahasnya, kondisi pusat perbelanjaan yang sepi pengunjung juga tidak bisa disiasati dengan menggenjot penjualan secara daring. Alasannya, kegiatan pemasaran untuk produk/barang tertentu seperti misalnya pakaian, sepatu, kacamata, ataupun contoh barang lainnya memang mesti dilakukan secara langsung alias tatap muka, sebab pembeli dari barang-barang tersebut biasanya merasa belum yakin untuk membeli kalau belum mencoba barang.

Di sisi lain, persaingan di pasar daring juga tidak semudah yang dibayangkan. Sumber anonim Kontan.co.id  ini bertutur, pihak vendor yang biasanya memasok barang ke toko miliknya juga melakukan penjualan secara daring dengan harga yang lebih murah. 

“Ya kita aja dapat barangnya dari dia, gimana caranya coba kita bisa kasih harga yang lebih murah,” tutur pemilik toko yang sudah bertahun-tahun menyewa toko di PGC itu.

Dengan adanya kesukaran-kesukaran tersebut, sumber anonim Kontan.co.id ini berharap pemerintah bisa meringankan beban pemilik toko dengan misalnya memberi subsidi gaji untuk pegawai toko ataupun memberi keringanan-keringanan lainnya.

Selanjutnya: Stimulus membludak, dunia usaha butuh dorongan permintaan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×