Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Satu lagi bukti perlambatan ekonomi terjadi di sektor industri farmasi. Mari kita jenguk kinerja PT Kalbe Farma Tbk.
Pada semester I-2017, perusahaan farmasi lokal besar yang masih eksis ini mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp 10,06 triliun. Pencapaian tersebut naik sebesar 5,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 9,55 triliun.
Kemudian laba bersih (laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk) bertumbuh 6,1% mencapai Rp 1,21 triliun di semester pertama tahun 2017, dibandingkan Rp 1,14 triliun pada periode yang sama di tahun sebelumnya.
Meski masih bertumbuh, tampaknya manajemen emiten berkode KLBF di Bursa Efek Indonesia itu tak terlalu puas. "Semua memang oke, bertumbuh tapi lebih lambat. Target obat resep misalnya tumbuh 7%-8%, namun realisasi hanya 4%-5%. Lalu nutrisi ditargetkan 12%-14%, namun pada kenyataannya 9%-10%," terang Vidjongtius, Presiden Direktur Kalbe Farma saat berkunjung ke Redaksi KONTAN, Rabu (2/8).
Ia mendeteksi beberapa penyebab target tersebut tidak tercapai. Salah satunya adalah pola konsumsi farmasi masyarakat yang bergeser, dari produk premium ke produk di bawahnya.
Dari sisi segmen, KLBF kini banyak mengandalkan segmen nutrisi dan distribusi non Kalbe Farma, masing-masing 29%. Lalu kontribusi farmasi sekitar 24%.
Obat biologi & snack
Kendati di semester I-2017 tidak sesuai target, dengan mempertimbangkan situasi makro ekonomi serta kondisi kompetisi, perseroan ini mempertahankan target pertumbuhan penjualan bersih dan laba bersih antara 8%-10% hingga akhir tahun nanti. Adapun target margin laba operasional antara 14,5%-15,5%.
Perusahaan ini mempersiapkan resep peningkat nafsu pasar untuk mencapai target tersebut. Menyiasati penurunan daya beli, KLBF meluncurkan produk beragam. Mulai dari menyasar kelas atas, menengah hingga bawah.
Dari sisi belanja modal, KLBF menganggarkan belanja modal Rp 1,2 triliun. Dana itu untuk perluasan kapasitas produksi dan distribusi.
Inovasi merupakan kata kunci bertahan di berbagai bisnis, termasuk farmasi. Itu sebabnya KLBF mengembangkan obat biologi. Ilmu mengenai obat biologi ini berasal dari China dan Korea. Kalbe menegaskan, yang diimpor langsung cuma teknologi obat. Itu sebabnya proses obat biologi bisa selesai dalam waktu singkat. Lain halnya obat kimia, riset selama 9 tahun belum tentu rampung.
Dalam mengembangkan obat biologi ini, Kalbe membangun pabrik di Cikarang Jawa Barat dengan investasi antara Rp 400 miliar sampai Rp 500 miliar. Pabrik berkapasitas 10 juta unit ini menurut rencana akan beroperasi komersial pada semester II tahun depan.
Di segmen nutrisi, pekan lalu KLBF melakukan soft launching snack sehat baru bernama Fitchips. Ada dua rasa, yakni seaweed dan honey BBQ dengan harga Rp 14.000 per bungkus. "Produk sejenis adalah impor, seharga Rp 30.000," ujar Ongkie Tedjasurja, Direktur dan Chief Marketing Officer KLBF.
KLBF juga aktif mengembangkan penjualan online melalui situs www.kalbestore.com. Situs ini sudah memiliki 1 juta anggota.
Menurut analis Analis Binaartha Parama Sekuritas Reza priyambada, produk nonfarmas akan menunjang produk farmasi Kalbe Farma. "Saya masih rekomendasikan beli Kalbe Farma hingga harga Rp 2.200 per saham," terang Reza, Kamis (3/8). Pada penutupan perdagangan kemarin, KLBF tutup di Rp 1.735.
(Agatha Claudia Pascal)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News