Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Penerimaan negara dari sektor hulu migas mencapai US$ 6,48 miliar hingga semester I 2017. Jumlah tersebut sudah mencapai 59% dari target APBN yang dipatok sebesar US$ 10,91 miliar sepanjang tahun ini. Artinya dengan raihan lebih dari setengahnya, maka capaian tersebut sangat positif.
Amien Sunaryadi, Kepala SKK Migas menyampaikan, pada tahun ini, ia yakin penerimaan negara dari migas bisa lebih tinggi dibandingkan target. Pasalnya berkaca pada raihan enam bulan pertama saja, sudah lebih tinggi dari seharusnya yang hanya US$5,45 miliar.
"Penerimaan negara 59% dari targetnya, cost recovery juga dari targetnya sudah 46% atau US$ 4,87 miliar," ujarnya di Jakarta, Kamis (6/7).
Menurut Amien, SKK Migas bisa menekan angka biaya operasi dikembalikan atau cost recovery. Dari US$ 4,87 miliar biaya yang dikeluarkan, sebanyak 48% merupakan biaya produksi atau setara dengan US$ 2,36 miliar. Sedangkan untuk biaya depresiasi sebesar US$ 1,38 miliaer atau setara dengan 28%.
Biaya produksi paling banyak digunakan untuk listrik, biaya pekerja, pengeluaran-pengeluaeran yang terkait dengan produksi. Sedangkan 28% untuk depresiasi dan 26% sisanya digunakan untuk administrasi, eksplorasi dan pengembangan, unrecovered cost dan investment credit.
"Jadi kami lihat bahwa kami harus kendalikan komponen biaya produksi yang 48%. Ini harus dikendalikan hari demi hari," lanjutnya.
Selain itu, Amien berharap, pemerintah bisa menggairahkan iklim hulu migas di Indonesia. Salah satunya dengan kebijakan yang ramah investasi.
Ia menyoroti keluarnya PP 27/2017 sangat positif karena bisa menggairahkan investasi. Oleh karena itu, Amien berharap investor menyambut baik kesempatan yang diberikan. "Dalam waktu dekat kami akan ketemu dengan KKKS untuk sosialisasi aturan ini," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News