Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang tengah menyiapkan regulasi baru untuk penetapan harga bahan bakar B40 atau campuran 40% biodiesel dan 60%, dinilai harus memperhitungkan adanya sistem penetapan harga berbasis karbon.
"Sudah saatnya penerapan pricing system berbasis carbon (carbon trade) atau sistem penetapan harga berbasis karbon diberlakukan," ungkap Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung kepada Kontan, Sabtu (16/8/2025).
Ia mengatakan, konsumen yang mengkonsumsi lebih banyak biodiesel, dapat diberikan insentif berupa pengurangan pajak karbon atau carbon tax.
Baca Juga: Perhapi Ungkap Beban Industri Tambang di Tengah Implementasi Biodiesel B40
"Dan sebaliknya, jika konsumsi BBM yang kandungan atau campuran bahan bakar fosilnya lebih tinggi, maka ditarik tax carbon yang lebih besar," tambahnya.
Asal tahu saja, saat ini formula Harga Indeks Pasar (HIP) untuk Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis Biodiesel atau HIP Biodiesel yang ditetapkan Kementerian ESDM saat ini adalah HIP = (Rata-rata Harga CPO KPB + 85 USD/ton) x 870 kg/m³ + Ongkos Angkut.
Dengan formula HIP tersebut, Tungkot bilang, jelas HIP biodiesel ditentukan oleh harga CPO domestik (KPBN).
"Jadi, semakin naik harga CPO dunia, semakin naik harga CPO KPBN dan semakin meningkat harga HIP Biodiesel," jelasnya.
Dia menambahkan, dengan formula perhitungan HIP tersebut, HIP biodiesel yang diterbitkan pemerintah setiap bulan, akan sangat tergantung pada harga CPO dunia.
Baca Juga: Sederet Efek Penggunaan Biodiesel B40 Dirasakan, Industri Tambang Minta Evaluasi
Indonesia yang merupakan produsen dan sekaligus eksportir terbesar minyak sawit dunia memiliki peran penting atas peningkatan dan penurunan CPO global.
"Kebijakan levy (pungutan) ekspor dan mandatori biodiesel indonesia sangat mempengaruhi harga minyak sawit dunia. Jika levy naik dan mandatori biodiesel naik, harga CPO dunia akan naik, harga CPO KPB naik, HIP biodiesel juga akan naik juga. Dan HIP biodiesel naik otomatis subsidi biodiesel juga naik," terangnya.
Tungkot menyebut dengan formulasi harga biodiesel di atas, kondisi trade off selalu akan dihadapi Indonesia.
Meski begitu, menurutnya untuk mengurangi beban subsidi memang sudah tepat pemberian selektif subsidi. Yang terbagi menjadi kelompok PSO dan non-PSO.
"Selain subsidi selektif, pembiayaan subsidi juga jangan hanya dari dana sawit. Dengan penghapusan biodiesel untuk non PSO secara tak langsung kita sudah membagi beban subsidi ke konsumen biodiesel, Pertamina dan produsen biodiesel," tutupnya.
Selanjutnya: Industri Kimia Hadapi Tekanan, APKIDA Beri Solusinya
Menarik Dibaca: Cara Buka Blokir Facebook dengan Bantuan Pusat Dukungan,Cepat & Mudah Dilakukan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News