kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

REI: Panel surya masih mahal, belum begitu diminati end user


Kamis, 02 September 2021 / 19:55 WIB
REI: Panel surya masih mahal, belum begitu diminati end user
ILUSTRASI. Kompleks perumahan pengguna Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Tangerang, Banten. KONTAN/Baihaki


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% di tahun 2025, terdapat beberapa program yang telah disiapkan Kementerian ESDM. Salah satunya adalah program pemasangan PLTS Atap dalam pembangunan rumah baru. Program ini ditandai dengan kerja sama antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Real Estate Indonesia (REI). 

Selain itu, Direktorat Jenderal EBTKE juga telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia. 

Namun, REI menilai saat ini teknologi surya panel atau Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap masih mahal sehingga belum begitu diminati end user. 

Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan kerjasama yang sudah disepakati adalah pihak pengembang mengadakan sendiri (panel surya). 

Baca Juga: Sejumlah pengembang properti mulai jual rumah yang dilengkapi surya panel

"Kalau mengadakan sendiri atau pengembang beli sendiri, tentu hitung-hitungannya jadi besar. Keperluan (panel surya) untuk satu properti hunian masih mahal sehingga kurang begitu diminati para end user. Kami bangun rumah sesuai permintaan end user," jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (2/9). 

Totok mengatakan, nilai panel surya yang saat ini masih relatif mahal membuat pihak pengembang masih berat untuk mejalankan dengan optimal. Namun dia tidak menampik bahwa sudah ada sebagian pengembang yang mulai menjalankan untuk rumah non-subsidi. 

Biasanya rumah tersebut untuk segmen menengah ke atas dengan konsentrasi wilayah di Jabodetabek. 

Totok kembali menegaskan, meskipun beberapa pengembang sudah mulai menggunakan surya panel, tidak semua pelaku usaha bisa melakukan hal yang sama karena terganjal biaya yang mahal. 

"Untuk menurunkan harga panel surya bisa dengan meningkatkan konten lokal atau switch bantuan pemerintah yang selama ini ada. Misalnya saja bantuan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU) dialihkan ke energi terbarukan, mestinya sih bisa," kata Totok. 

Senada, Direktur Metropolitan Land, Olivia Surodjo mengatakan saat ini pihaknya belum berencana menggunakan surya panel karena ongkos produksinya masih terlalu mahal untuk diterapkan di produk-produk MTLA. 

"Kami memandang teknologi ini bagus dan dapat mendukung penghematan penggunaan energi. Namun jika harga masih terlalu tinggi, masih berat bagi kami untuk diterapkan pada produk perumahan kami," ujar Olivia. 

Olivia berharap, di masa mendatang ketika teknologi semakin lebih murah, pihaknya bisa menggunakannya sebagai fitur tambahan di produknya. 

Selanjutnya: Revisi Permen PLTS Atap ditargetkan keluar pada bulan ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×