Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) alias UU Minerba bergulir kencang. Usai membentuk Panitia Kerja (Panja) pada Kamis (13/2), Komisi VII DPR RI dan Pemerintah mengebut pembahasan revisi UU minerba.
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan, pembahasan 938 Daftar Inventaris Masalah (DIM) sudah rampung pada Kamis (27/2) malam. Menurut Sugeng, revisi UU Minerba ini bisa jadi merupakan produk perundang-undangan yang dibahas paling cepat pada periode DPR kali ini.
Baca Juga: Batubara kian dimusuhi, bank lokal tetap terbuka terhadap pembiayaan PLTU
"Sampai hari ini mungkin akan menjadi produk DPR RI tercepat periode ini, yakni DIM sejumlah 938 sudah selesai kemarin malam," ungkapnya saat menghadiri acara diskusi yang digelar Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Jum'at (28/2).
Kendati begitu, Sugeng mengklaim, pembahasan revisi UU minerba ini tidak dikerjakan dengan serampangan. Pasalnya, revisi UU minerba bisa dibahas cepat lantaran prosesnya tidak dimulai lagi di awal, melainkan melanjutkan dari tahapan di periode DPR sebelumnya alias carry over. "Dikebut tapi tidak prudence, tidak begitu. Tetap dengan kehati-hatian," akunya.
Setelah pembahasan DIM, hasil pembahasan akan diserahkan kepada tim sinkronisasi. Kemudian, proses berlanjut di dalam rapat komisi, dan setelah disepakati oleh fraksi-fraksi, hasil pembahasan revisi UU minerba itu akan di bawa ke Rapat Paripurna. "Selanjutnya kita akan memasuki tim sinkronisasi, tim perumus dan substansi akan kita bahas secara intensif," sebut Sugeng.
Lebih lanjut, Sugeng juga mengklaim bahwa revisi UU minerba ini tidak hanya mengkhususkan soal perpanjangan kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Sugeng bilang, revisi UU minerba ini juga akan membenahi tata kelola perizinan dan pengelolaan tambang agar tidak terjadi tumpang-tindih.
Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) fokus Garap PLTU Sumsel 8 dan PLTU Feni
"Kita mengatur secara rigid hubungan, misalnya antara (Kementerian) Perindustrian dan ESDM supaya tidak tumpang tindih, dan seterusnya," ujar Sugeng.
Kendati begitu, Sugeng tak menampik bahwa revisi UU minerba yang dibahas dengan cepat ini juga untuk memastikan kepastian hukum dan berusaha bagi PKP2B generasi pertama yang akan habis masa kontrak.
"Kita tahu lah, bahwa PKP2B generasi pertama akan segera habis dimulai bulan 11 (November). Sumbangsih (batubara) terhadap pendapatan negara memang luar biasa, maka perlu ada kepastian hukum, kepastian berusaha dengan aspek keadilan dan sustainability," terangnya.
Seperti diketahui, ada tujuh PKP2B generasi pertama yang masa kontraknya akan berakhir dalam beberapa tahun ke depan. PKP2B yang kontraknya akan berakhir paling cepat adalah PT Arutmin Indonesia pada 1 November 2020.
Baca Juga: Harga batubara belum stabil, kinerja Delta Dunia (DOID) berpotensi stagnan di 2020
Selain Arutmin, keenam PKP2B generasi pertama yang akan habis kontrak dalam beberapa tahun ke depan adalah PT Kendilo Coal Indonesia (13 September 2021), PT Kaltim Prima Coal (31 Desember 2021), PT Multi Harapan Utama (1 April 2022), PT Adaro Indonesia (1 Oktober 2022), PT Kideco Jaya Agung (13 Maret 2023), dan PT Berau Coal (26 April 2025).
Sugeng, sebelumnya mengatakan bahwa pembahasan revisi UU minerba ini tidak akan menunggu diselesaikannya UU Cipta Kerja alias Omnibus Law yang di dalamnya juga mengubah ketentuan regulasi di sektor energi, termasuk UU minerba. Menurutnya, pembahasan bisa dilakukan secara simultan.
Sugeng pun menargetkan, pembahasan revisi UU Minerba ini bisa rampung paling lambat pada bulan Agustus 2020 mendatang. "Insha Allah Agustus, mungkin lebih cepat," ungkap Sugeng.
Hal tersebut juga diamini oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Panja revisi UU Minerba, Gus Irawan Pasaribu. Menurutnya, pembahasan revisi UU minerba jauh lebih maju lantaran sudah carry over dari DPR periode sebelumnya. Sementara draft omnibus law baru diajukan dan sama sekali belum dilakukan pembahasan.
Baca Juga: PLTU masih jadi andalan, ini strategi pemerintah mengembangkan clean coal technology
"RUU Minerba sudah jauh lebih maju melalui proses yang sangat panjang dan termasuk salah satu yang di-carry over. Sementara Omnibus Law, draft-nya baru diajukan pemerintah ke DPR, belum sama sekali dibahas," tandas Gus kepada Kontan.co.id, Minggu (1/3).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News