Reporter: Izzatul Mazidah | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina
JAKARTA. Meski menutup pembukuan di 2013 dengan pendapatan Rp 984,19 miliar atau tumbuh 31,25% dibanding 2012, PT Ricky Putra Globalindo Tbk patut lebih waspada menapaki tahun 2014. Pasalnya, pertumbuhan pendapatan sepanjang tahun lalu tidak diiringi pertumbuhan positif dari sisi bottom line. Laba
Ricky Putra anjlok 55,86%.
Menelusuri laporan keuangan yang dirilis perusahaan, laba turun karena rugi selisih kurs yang mencapai Rp 83,59 miliar. Selain itu, beban bunga juga terkerek hingga Rp 43,89 miliar.
Tirta Heru Cipta, Direktur Keuangan Ricky Putra Globalindo, pun mengakui kenyataan ini. "Laba turun karena kurs dollar Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun 2013 yang bergejolak, sementara bahan baku perusahaan kami sebagian besar berasal dari impor," beber Tirta kepada KONTAN, Selasa (1/4).
Alhasil, meski pendapatan tahun 2013 tak meleset terlampau jauh dari target perusahaan, tapi laba menciut drastis. Asal tahu saja, sebelumnya perusahaan menargetkan bisa mencetak pendapatan Rp 1,1 triliun di 2013.
Nah, di 2014, perusahaan yang tercatat dengan kode RICY di Bursa Efek Indonesia ini siap pasang strategi. Perusahaan ini menganggarkan belanja modal Rp 100 miliar. Dana ini akan dibagi rata untuk dua bisnis.
Sasar aneka segmen
Pertama, bisnis garmen. Ricky Putra memproduksi pakaian dalam (undewear) dan pakaian luar (outwear). Untuk memproduksi aneka garmen tersebut, perusahaan ini memanfaatkan pabrik yang ada di Citeureup, Bogor.
Pabrik ini bisa memproduksi hingga 320.000 lusin aneka pakaian per bulan. Antara lain, pakaian dalam, kaus, dan pakaian olahraga. Seperti yang pernah KONTAN beritakan sebelumnya, pabrik ini makin sibuk dengan memproduksi 2,7 juta potong pakaian olahraga berlisensi Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA).
Berbekal aneka produk, Ricky Putra membidik sejumlah segmen pasar. Misalnya, merek GT Man diperuntukkan bagi kalangan menengah. Sementara, merek GT Man Sport, BUM Equipment, dan Ricsony menyasar segmen atas. Tirta mengklaim, GT Man mendekap 52% pasar celana dalam di Tanah Air sekaligus jadi market leader.
Untuk pemasaran, perusahaan masih akan melanjutkan strategi terdahulu, yakni mengejar 80% pasar domestik dan 20% pasar ekspor. Untuk pemasaran di dalam negeri, perusahaan sudah mulai memasarkan di gerai-gerai PT Sumber Alfaria Trijaya (Alfamart) dan PT Matahari Department Store.
Sementara untuk pasar di luar negeri, perusahaan ini tetap akan fokus menyasar Jepang dan barulah melempar sedikit ke Amerika Serikat. "Pasar Jepang menyumbang 80% ekspor," ungkap Tirta.
Kedua, bisnis pemintalan benang. Untuk menjalankan bisnis ini, Ricky Putra memanfaatkan pabrik di Bandung seluas 60.170 meter persegi (m²). Pabrik ini bisa memproduksi benang 5.000 bale per bulan atau sekitar 60.000 bale per tahun.
Tirta mengakui, dari semua produk yang dijual, penjualan pakaian dalam pria masih menjadi kontributor terbesar hingga 70%−80%. Barulah sisanya, 20%-30%, disumbang dari penjualan pakaian olahraga, pakaian anak-anak, dan pemintalan benang.
Tahun ini, perusahaan ini menargetkan bisa mencetak pertumbuhan pendapatan sebesar 15%−20%. Itu berarti, pendapatan yang diincar Ricky Putra adalah Rp 1,13 triliun−Rp 1,18 triliun.
Namun perlu diingat, tentu saja perusahaan seperti Ricky Putra yang banyak mengandalkan bahan baku impor masih berpotensi terpapar risiko nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News