Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menegaskan, industri hasil tembakau (IHT) merupakan primadona yang menjadi daya tarik masuknya investasi asing ke dalam negeri.
Hal itu dikatakannya dalam diskusi Akurat Economic Forum dengan tema 'Urgensi Roadmap Industri Hasil Tembakau Mengawal Kepastian Investasi' di Jakarta belum lama ini. "Industri tembakau itu salah satu primadona masuknya investasi asing ke Indonesia," ujarnya dalam keterangannya, Kamis (12/12).
Baca Juga: Perangkat medis Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP) sasar BPJS
Misbakhun menjelaskan, Indonesia memiliki jenis rokok yang luar biasa dikenal mancanegara yaitu kretek. Sehingga, dengan menjaga ciri khas tersebut, Misbakhun yakin investasi asing akan banyak yang masuk ke dalam negeri. "Ini yang harus kita jaga rokok kretek ini dari kepunahannya, karena apa? Investasi asing yang masuk cenderung membawa rokok putih," lanjutnya.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Ditjen Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengungkapkan, begitu pentingnya IHT bagi penerimaan negara. Bahkan, penerimaan cukai selalu melampuaui target. "Insya Allah tahun ini juga 100% lebih sedikit. Kalau kata Menkeu Sri Mulyani ini bukan prestasi, tapi tradisi," kata Nirwala pada acara diskusi tersebut.
Nirwala mengatakan, pentingnya IHT di Indonesia bisa terlihat dari ukuran industrinya itu sendiri. Misalnya, membandingkan BUMN saat ini nilainya Rp 1.450 triliun, tapi kontribusinya pada fiskal hanya Rp 160 triliun atau 9,5%. Sementara itu, IHT yang nilai industrinya Rp 326 triliun, berkontribusi Rp 200 triliun atau 61,4%. "Ini tidak ada yang bisa menyaingi, kecuali perbankan. Jadi, ini kontribusi yang sangat tinggi," ucapnya.
"Multiplier effect-nya Rp 432 triliun, jadi ini sumbangan sangat besar. Daya serap pasarnya sangat tinggi. Jadi, di sini tidak sekadar menaikkan saja, tapi menghitung juga. Dalam 10 terakhir target penerimaan naik sekitaran Rp 10 triliun setiap tahunnya," katanya lagi.
Baca Juga: Darmi Bersaudara (KAYU) menargetkan laba bersih sekitar Rp 7 miliar di tahun 2020
Kendati demikian keputusan pemerintah yang akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23% pada tahun depan menjadi polemik. Aturan ini akan membuat Harga Jual Eceran (HJE) rokok pun naik hingga 35%.
Untuk menyelesaikan polemik ini, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati mendorong dibuatnya roadmap yang komprehensif dari seluruh stakeholder baik pemerintah, industri hingga petani. "Saya sangat setuju bahwa roadmap yang komprehensif itu salah satu jawaban," katanya.