kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.948.000   47.000   2,47%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

Royal Doulton Tetap Lanjutkan Investasi di Indonesia


Senin, 23 Februari 2009 / 07:55 WIB


Reporter: Nurmayanti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kendati perusahaan induk Royal Doulton yakni Waterford Wedgwood terbelit masalah likuiditas karena krisis dunia, namun, PT Doulton Indonesia tetap melanjutkan rencana investasi senilai US$ 100 juta.

Sebenarnya, dari total ekspansi Royal Doulton itu, sekitar US$ 25 juta telah terealisasi. ”Mereka tetap berkomitmen untuk bertahan dan melanjutkan ekspansinya di Indonesia meski suatu saat status pemiliknya akan berganti," kata Ketua Asosiasi Industri Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Ahmad Wijaya, pekan lalu.

Pemerintah sangat menanti realisasi investasi ini. Meski pesimis, investasi Doulton akan memacu pertumbuhan industri nasional. ”Induk perusahaan Waterford Wedgwood yang berada di Inggris bangkrut, sehingga sebagian modal anak usaha tersedot ke perusahaan induk. Ekspor Doulton Indonesia ke Inggris sudah berkurang karena pasar tidak ada. Akibatnya, rencana perluasan Doulton Indonesia bisa tersendat, tapi mudah-mudahan proses restrukturisasi di Inggris bisa cepat rampung,” kata Direktur Ivndustri Kimia Hilir Departemen Perindustrian Tony Tanduk.

Tak hanya Royal Doulton, masalah likuiditas ikut membelit produsen keramik di dalam negeri. Lembaga pembiayaan seakan enggan memberikan kucuran kreditnya. Tak sedikit perusahaan keramik ditolak pengajuan pinjamannya. Kebijakan perbankan dinilai kurang beralasan. Sebab, menilik dari perjalanan industri keramik sepanjang 2008, kinerjanya menunjukkan kondisi baik.

Buktinya, pada tahun lalu, terjadi peningkatan utilisasi atau pemanfaatan kapasitas terpasang dari 71,2% pada 2007 menjadi 82,47% dengan total produksi 332 juta m3 untuk produk ubin lantai. Sementara untuk produk lain seperti keramik genting, meningkat 20% menjadi 120 juta keping, keramik tableware atau peralatan makan sekitar 268 juta keping, sanitary sebanyak 4,6 juta keping, hingga kloset jongkok 10 juta unit.

Adanya serangkaian bukti itu dinilai dapat menjadi dasar bagi perbankan untuk mengucurkan kreditnya. Namun pada kenyataannya, industri keramik pada tahun ini terancam kesulitan memperoleh tambahan modal kerja seiring dengan seretnya likuiditas perbankan. Padahal, pada tahun ini sektor usaha keramik nasional setidaknya masih membutuhkan tambahan modal hingga US$200 juta.

Selain kemudahan kredit, pengusaha juga meminta pemerintah untuk segera membenahi infrastruktur dan menghapus berbagai pungutan baik legal di dalam perda-perda, maupun pungutan liar di pelabuhan dan jalan raya. ”Kalau dihitung dalam satu hari, pungutan-pungutan itu bisa mencapai Rp150 juta per perusahaan,"tegasnya.




















Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×