Reporter: Agung Hidayat | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produsen garmen, PT Pan Brothers Tbk (PBRX) diketahui penjualannya berorientasi ekspor, sehingga ketika kurs dolar Amerika Serikat (AS) di akhir tahun lalu menguat diperkirakan perseroan memperoleh keuntungan yang signifikan. Pada awal tahun ini, kurs dolar AS terhadap Rupiah tidak sekuat akhir tahun ini, kendati demikian manajemen mengaku tak terlalu ambil pusing.
Sebab, kata Anne Patricia Sutanto, Wakil Direktur Utama PBRX, walau perseroan memiliki pendapatan dari dolar AS namun pengeluaran perusahaan juga sebagian besar dalam jumlah dolar AS pula. "Yang penting bagi kami kurs stabil agar saat pricing (penentuan harga) kami tahu harus dimana," terangnya ke Kontan.co.id, Minggu (10/2).
Sekadar informasi, salah satu pengeluaran dalam dolar AS tersebut berasal dari bahan baku seperti jenis synthetic woven atau tekstil sintetis, material tersebut mengisi 70%-80% kebutuhan produksi pabrikan dan sebagian besar masih berasal dari impor. Sebelumnya perseroan berencana membangun pabrik bahan baku tersebut, namun masih mengalami penundaan karena PBRX wait-and-see terhadap situasi pasar global saat ini.
Lagi pula, kata Anne selama ini ongkos produksi masih dapat ditangani sehingga tidak sampai membebani perseroan terlalu tinggi. Sehingga ia tidak terlalu muluk-muluk menyimpulkan apakah dengan menguat atau melemahnya kurs membuat perusahaan bertambah untung atau merugi.
"Walau naik atau tidak, belum bisa dikatakan untung atau pun rugi. Yang kami harapkan fluktuasinya tidak seketika paling tidak dapat terukur, jadi kalau perlu (dolar AS) tidak sampai panik," kata Anne. Sedangkan di tahun 2019 ini manajemen memproyeksikan pertumbuhan penjualan kisaran 10%-20% dibandingkan tahun kemarin.
Adapun perolehan pendapatan di 2018 kemarin dari laporan yang belum diaudit, manajemen optimis dapat berada di atas US$ 600 juta. Tahun ini PBRX bakal menggenjot ekspornya apalagi setelah penandatanganan perjanjian Indonesia dengan negara yang tergabung dalam European Tree Trade Association (EFTA).
Perjanjian tersebut membuka peluang PBRX untuk melakukan ekspor ke negara anggota EFTA. Ditambah penghapusan biaya masuk sebesar 98% - 99% untuk produk tekstil.
Anne mengatakan langkah ini bukan hanya persoalan memudahkan biaya masuk, tapi juga membuka kesempatan produsen lokal Indonesia mampu berbisnis secara berkelanjutan di tatanan global yang lebih luas. Apalagi perseroan optimis produksi garmennya tak kalah dibandingkan industri garmen dari negara kompetitor lainnya.
Saat ini perseroan masih fokus menggenjot produksi. Untuk itu, Pan Brothers mengalokasikan dana sebesar US$ 17 juta, rinciannya dana sebesar U$ 5 juta untuk peningkatkan kapasitas di Tasikmalaya.
Sedangkan untuk modernisasi, otomisasi, dan digitalisasi perseroan menganggarkan sebesar uang senilai US$ 12 juta. Ekspansi greenfield PBRX di Tasik misalnya akan menambah kapasitas produksi setara 6 juta potong polo shirt per tahun dan diperkirakan efektif di semester II tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News