Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia National Shipowners' Association (INSA) menanggapi dampak penghentian ekspor bensin dan solar oleh Rusia ke hampir seluruh negara di dunia. Hal ini menyusul upaya Pemerintah Rusia untuk menstabilkan pasar dalam negeri.
Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners Association Carmelita Hartoto mengatakan, pada dasarnya Indonesia masih mengimpor bahan bakar minyak (BBM) termasuk solar, lantaran kebutuhan BBM di dalam negeri sangat besar. Namun, sejauh ini Indonesia tidak mengimpor BBM secara langsung dari Rusia.
Dampak kebijakan Rusia pun kemungkinan tidak terasa secara langsung. Dalam hal ini, Indonesia baru akan merasakan dampak larangan ekspor solar dan bensin apabila negara pengimpor minyak dari Rusia mencari sumber alternatif dari negara-negara lainnya, sehingga terjadi perebutan pasar dan gangguan pada kuota impor.
"Kami masih melihat perkembangannya bagaimana dampak dari pelarangan ekspor BBM dari Rusia ini," ujar dia, Selasa (26/9) malam.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Acuan Rebound di Tengah Kekhawatiran Terbatasnya Pasokan
Secara umum, BBM merupakan komponen biaya terbesar dalam struktur biaya operasional industri pelayaran. Alhasil, apapun yang terjadi dan berdampak pada harga atau ketersediaan BBM di pasar domestik maupun global akan menjadi perhatian bagi para pelaku industri pelayaran.
Walau begitu, kembali lagi, belum tentu pelarangan ekspor solar dan bensin dari Rusia akan berdampak langsung terhadap kenaikan biaya operasional pelayaran Indonesia. "Kami rasa belum tentu berdampak, karena Indonesia impor BBM dari Nigeria, Arab Saudi, dan beberapa eksportir minyak lainnya di luar Rusia," kata Carmelita.
INSA juga mengaku, tidak ada strategi khusus yang diterapkan pelaku industri pelayaran dalam menghadapi tantangan suplai BBM di tengah kebijakan Rusia. Sebab, suplai BBM untuk industri pelayaran bergantung pada pengadaan produk tersebut oleh pemerintah.
Baca Juga: CEO Perusahaan Minyak dan Gas Rusia Bakal Temani Putin Berkunjung ke China
Di sisi lain, INSA juga menyebut pembelian BBM masih dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN), sehingga biaya bahan bakar industri pelayaran tampak belum begitu kompetitif. Peluang mencari alternatif sumber bahan bakar dari negara lain tetap ada, namun hal tersebut bisa saja menambah beban pengeluaran bagi pengusaha pelayaran.
"Dalam kondisi darurat misalnya, kami akan cari BBM di mana pun yang tersedia, contohnya dari negara tetangga. Akan tetapi, biaya operasional jadi lebih tinggi," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News